Selasa, 12 Maret 2013

SASTRA LAMA TAK SUA



Pada waktu tertentu, sastrawan Melayu menulis cerita dengan bahasa berdialek campuran, Indonesia dan Malaysia. Pencampuran bahasa seperti ini kadang kala menambah keasyikan tersendiri dari para pembaca.

Lama Tak Sua


Syahdan, suasana sebuah rumah pada Minggu siang jelang sore bulan Maret bertepatan Rabiul Awal, lumayan santai. Seorang pria paruh baya menyambut kedatangan sosok lain yang memang tak asing di tempat tinggalnya itu. Dialog ramah “lama tak jumpa” menjadikan suasana keakraban semakin ternikmati di antaranya. Berselang menit, isteri pemilik rumah yang juga sesama pensiunan keluar kamar menyapa ramah seraya mempersilahkan duduk di ruang tamu kecil yang menyenangkan. Pasangan pemilik rumah cukup baik melayani tamu rutin yang kadang kala tak kenal waktu. Sesaat ibu itu menginformasikan keberadaan anak perempuannya yang sedang menidurkan bayi mungilnya, seperti kelaziman sejak semula. Bapak pemilik rumah menyahuti suasana dengan memanaskan air untuk menyedu kopi, karena buru-buru hendak meramaikan perhelatan akbar di kerajaan. Takpun ketinggalan, nyonya rumah membahasakan ekspresinya lewat menanak nasi berikut lauk pauk yang memang sudah tersedia.

Seorang budak kecil turun dari kamar tempatnya bergurau bersama dua adik dan maknya, langsung merapat ke arah lelaki tamu dan mengabari perempuan jelita tempatnya bermanja sedang melalaikan adik bungsunya. Tanpa perintah, bocah cerdas itu menyusul ibunya untuk memberitakan dan mengajaknya turun menemui tamu yang sedang aktif bercerita dengan kakeknya. Budak turun melapor seraya melompat-lompat layaknya kanak lain se-usianya. Berbilang sekejab ibu belia bergaun tidur kuning muda turun bersama budak gendongan yang belum dapat bertatih. Hampir tanpa senyum dan tegur sapa di raut wajahnya, melainkan memperlihatkan keceriaannya bersama budak gendongan yang sedikit lasak. Pria tamu menegur biasa sambil menyembunyikan perasaan ingin jumpa mendalam kepadanya. Perempuan yang dinanti itu membalas tanpa banyak cakap dan basa basi. Dilepaskannya bocah dari gendongan untuk berjalan tengkurap di lantai ubin yang bersih.  Pria tamu mendekati dan menggendong bocah yang lalai bermain dan bergerak ke sana-sini seraya memanggil-mangil namanya.

Mak bocah duduk di sofa dengan kaki kiri diangkat ke atas dudukan, acuhkan suasana saat itu. Nenek duduk senyum di antara lelaki tamu dan perempuan belia jelita, mak bocah. Sesekali nenek sumringah memperhatikan mak bocah berbicara lugas kesal tanpa musabab, merespon berbagai komen laki di ujung sofa. Tak lama dari suasana, nenek mepersilahkan makan bersama karena hidangan sudah tersedia. Sedikit sungging di sudut bibir Mak bocah menyahuti ajakan laki tamu untuk makan sambil menidakkan. Ada nyanyian tubuh dari ibu muda yang terungkap perlahan namun indah ternikmati dan dilantunkan. Dalam menuruti dialek cadel bocah ibu menawan itu berujar, “cini cayang.” Selanjutnya dalam syair tubuhnya bersenandung :

a caca, tempo musik latin
e cece, nilai buruk ka ha es mahasiswa
i cici, gumam nikmat kagum
o coco, nama seorang rekan
u cucu, dialek cadel balita minta minum

turunan pertama matematika campuran
acece, ecici, icoco, ocucu
pilih lima suku kata dikalikan nol
ci, icoco, o

persamaan berubah
acece, eci, cucu
resultan
acece cucu eci

110313


Tidak ada komentar:

Posting Komentar