Bireuen Sebelum Pemekaran
Alun-alun Bireuen, 1970, dok-Pak Yanto Cot Gapu (alm) |
Ulasan ini sekadar pengalaman yang kucatat dan tak
layak kuhapus. Sebelum 1999, saat Kabupaten Bireuen masih merupakan Perwakilan
Kabupaten Aceh Utara, kepemimpinan di Bireuen diperankan para tokoh. Meskipun
informal keberadaannya cukup diterima
masyarakat. Ketokohan yang ada pada masing-masing sosok merupakan pengakuan
masyarakat tanpa aturan formal. Kriterianyapun tercipta dari keinginan
masyarakat yang tentunya diharapkan
mampu menyelesaikan persoalan masyarakat.
Sebagai aparatur, saya sudah ditugaskan Dinas
Pekerjaan Umum (PU) Aceh Utara untuk melakukan survei dranase di perkotaan Bireuen
sejak 1990. Selaku pegawai honor, hubungan kerja hanya sebatas mendapatkan
informasi wilayah dari petugas lapangan PU waktu itu. Target yang saya perlukan-pun
seputar merencanakan sistem drainase dan komponen penyehatan lingkungan
lainnya. Dalam melakukan survei atau penusunan strategi perencanaan, tentu banyak
hambatan kecil dari masyarakat seputar isu lokasi, intervensi, komplain, dan
lain sebagainya. Menariknya, manakala permasalahan tertentu sampai ke tokoh
tertentu, persoalan selesai dengan sendirinya tanpa harus memakan waktu lama. Saat
itu saya dapat mengenal lebih jauh terhadap para tokoh yang eksis di tengah
masyarakat Bireuen, khususnya di Kecamatan Jeumpa yang meliputi kawasan
perkotaan.
Keadaan ini menjadi pelajaran baru bagi saya dalam
aspek pengetahuan sosial kemasyarakatan, di samping saya mendapatkan definisi
baru terhadap istilah tokoh di Bireuen. Secara
ringkas saya mendifinisikan kala itu, bahwa sosok tokoh Bireuen yakni seorang
yang mampu mengayomi sejumlah kelompok masyarakat tertentu tanpa mengharapkan
pamrih, hanya semata-mata untuk kenyamanan masyarakatnya. Mereka yang
ditokohkan kelompoknya terdiri dari beberapa orang, seperti H Asyeik Yusuf
menjadi simbol keterwakilan masyarakat pekerja, H Subarni A Gani sebagai pengayom
pelaku ekonomi sektor riil dan aktivitas sosial, Mukhtar Raden sebagai elite
politik, Safwan A Razak, Zulkifli Puteh, Avid Daud, Keuchik Zainuddin Daud,
serta beberapa nama lain yang memang layak diperkenalkan kepada generasi mendatang.
Oleh karenanya, tidak mustahil tercipta struktur masyarakat yang kuat di
Bireuen waktu itu. Kenyataannya, tidak terlalu sulit bagi masyarakat Bireuen
untuk menggalang kebersamaan membentuk kabupaten baru, mekar dari Aceh Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar