Kontrol
Fasilitas Publik
090105
Keruntuhan gedung akibat gempa, 26 Desember 2004 |
Beberapa kali terjadi gempa
bumi di Aceh, berdampak kepada hancurnya gedung-gedung publik. Baik dalam
bentuk fasilitas pemerintah seperti perkantoran maupun fasilitas swasta,
pertokoan. Puncaknya pada musibah besar akhir Desember 2004 lalu, peristiwa
gempa berkekuatan 8,9 skala Richter dan gelombang tsunami.
Penghancuran gedung-gedung
fasilitas publik oleh kehendak alam itu telah mencederai sejumlah manusia,
bahkan menjemput ajal ratusan ribu masyarakat Aceh seperti saat tsunami itu. Kesalahan
terhadap penganiayaan masyarakat yang terjadi digiring ke pemikiran untuk
menuduh gempa sebagai musabab peristiwa. Jarang kekeliruan manusia pengelola (human
error) dipertanyakan. Padahal kehandalan konstruksi terhadap gempa telah teruji
dan diperhitungkan. “rubuhnya gedung laboratorium analis itu karena gempa
berat”, ungkap media. Tak pernah terinformasikan, ”rubuhnya
gedung itu karena keliru perencanaan”.
Hal ini perlu direnungkan.
Komunitas mana yang layak bertanggung jawab terhadap kehandalan atau daya tahan
konstruksi dalam pembangunannya. Semboyan yang sering didengungkan komunitas
engineer “jika kekeliruan seorang dokter hanya mematikan seorang manusia,
jika kekeliruan yang dilakukan seorang insinyur dapat memusnahkan ribuan manusia”.
Pasalnya, seorang insinyur yang
nota bene ahli konstruksi telah mengetahui
kekuatan gempa pada daerah tertentu dan dapat diakomodir dalam suatu desain
kekuatan konstruksi, khususnya gedung. Pada gedung yang telah diperhitungkan
akan mengalami gempa sebesar 8,9 skala Richter, tidak akan rubuh pada guncangan
gempa 6 skala Richter. Nam un
dalam kenya taannya,
tidak sedikit gedung hancur pada guncangan gempa di bawah batas toleransi.
Banda Aceh yang diketahui banyak insinyur memiliki potensi gempa di atas 8 SR, selayaknya memperhitungkan keamanan gedung dengan
mengakomodir kekuatan di atas 8 SR.
Peranan pemerintah semestinya
jelas dan tegas dalam hal ini. Aplikasi penerapan pengawasan kasus ini dapat
diterapkan dalam aspek perencanaan hingga pengawasan. Tentu melalui regulasi
yang ditetapkan. Persoalannya, bagaimana menggiring komitmen komunitas rancang
bangun ke dalam pembuatan aturan teknis ke dalam regulasi.
dengan landasan fenomena yang sering terjadi diaceh, itu sudah sepatutnya ditetapkan perencanaan struktur harus memenuhi kaidah ketahanan struktur berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia pak,,,, hehhe
BalasHapusya semoga dan semoga pula, he he he
BalasHapus