Lirik Roman Dalam Lagu
Di tahun 1950-an, lirik lagu yang berkembang masih
diwarnai dengan semangat patriotisme. Hal ini disebabkan semangat perjuangan
dan proklamasi Indonesia termindset ke seluruh aspek masyarakat, tidak
terkecuali para komponis sekalipun. Namun demikian, bukan berarti lirik-lirik
roman tidak mendapat tempat dalam ungkapan lewat lagu. Ada juga lagu-lagu cinta
pada masa itu, tetapi dengan bahasa
santun dan terbungkus dalam sastra yang menghindari ungkapan tabu, yang
tidak boleh didengar semua usia. Lirik serupa ini banyak ditulis oleh komponis
besar Indonesia , salah satunya Ismail Marzuki. Sebagai contoh, bagaimana
Ismail Marzuki menyatakan isi hatinya lewat lagu Juwita Malam,
tak jemu-jemu
mata mata memandang,
aku namakan
dikau juwita malam
Banyak lagi lagu lainnya yang mengungkap dalam
bahasa santun seperti di atas. Tradisi ini bertahan sekitar belasan tahun saja.
Pertengahan tahun 1960-an, lirik lagu sedikit terbuka mengungkap suasana hati
romantis yang dulunya disebut lagu-lagu asmara. Meskipun pada saat itu masih
banyak juga lagu-lagu romantis yang bertahan dengan bahasa perumpaan seperti
yang pernah dilantunkan Lilis Suryani dengan lirik,
Semalam hati
kurisau
Mengenang
dikau
Kasihku
seorang
Atau lagu yang di nyanyikan Erni Djohan dengan
lirik,
Mengapa ku
tak boleh
Berkawan
dengan tetangga
Aku belum
milikmu
Hanya kawan
biasa
Atau lagu karya dan dinyanyikan Titik Puspa dengan
ungkapan lebih berani seperti,
Kekasihku
marah-marah
Kekasihku
marah-marah
Minta cium
pipi yang kanan
Aku geli, ha,
ha ,ha
Di Banda Aceh, lagu karya Titik Puspa ini banyak
kritikan dari para orang-orang tua dan guru-guru masa itu, akhir tahun 1060-an.
Anak-anak ditegur dan dilarang
menyanyikan lagu itu. Alasannya, lagu itu tidak pantas didendangkan karena ada
kata cium yang masih tabu untuk
diucapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar