Profesionalisme Perencana
Pemikiran ini sebenarnya terlahir
dari kondisi infrastruktur yang tidak lebih baik dengan semakin meningkatnya
kuantitas sarjana sipil. Kegagalan konstruksi yang terjadi seakan terbiarkan
tanpa pertanggungjawaban dari perencana terkait. Ada pengamai pantai yang
hancur seketika tatkala di landa pasang purnama, ada jembatan rubuh ketika
hendak diresmikan, ada bendungan bocor dan kering tanpa air, banyak lagi
kegagalan konstruksi dari berbagai aspek perencanaan. Sebagian insinyur mengatakan
biaya perencanaan tidak cukup akibat cara menghitung biaya perencanaan
berdasarkan presentase biaya fisik infrastruktur. Sebenarnya, tuntutan kinerja
para insinyur hanya seputar Safety, Effective, dan Efficiency.
Landasan pemikiran dari
analisa standarisasi tenaga ahli infrastruktur ini adalah prinsip proporsional
kebutuhan tenaga ahli berdasarkan pilihan teknologi dan tingkat kesulitan serta
professionalitas tenga ahli dalam sebuah perencanaan proyek konstruksi. Sebagai
ilustrasi pada sebuah perencanaan infrastruktur (konstruksi fisik) yang membutuhkan multi
keahlian dan tenaga ahli karena kompleksitas pilihan teknologi yang diperlukan
dalam perhitungan namun ukuran atau dimensi infrastruktur (konstruksi) yang
kecil sehingga jumlah biaya konstruksi fisik menjadi kecil maka biaya
perencanaan yang berdasarkan prosentase dari nilai konstruksi fisik tersebut
menjadi kecil pula. Di lain
kasus pada perencanaan proyek infrastruktur yang hanya membutuhkan teknologi
sederhana sehingga tidak membutuhkan banyak keahlian dan tenaga ahli karena
tingkat kesulitannya yang rendah namun ukuran atau dimensinya dalam skala yang
besar sehingga nilai atau biaya konstruksi fisik menjadi besar sehingga nilai
biaya untuk perencanaan akan menjadi
besar pula. Dari ilustrasi di atas jelas tergambar bahwa proporsional dari
biaya perencanaan membuat biaya yang tidak proporsional dan juga membuat
ketidakadilan dalam apresiasi tenaga ahli dan akibatnya terjadi in-efisiensi anggaran bagi negara.
Penetapan standarisasi
tenaga ahli perencanaan infrastruktur merupakan suatu upaya pendekatan
pengukuran terhadap besaran komponen biaya perencanaan konstruksi bidang
ketekniksipilan yang didasari tingkat kesulitan konstruksi perencanaan yang berpengaruh kepada
penyerapan tenaga perencana sesuai kebutuhan serta waktu yang dbutuhkan untuk
penyelesaiaannya sehingga menghasilkan nilai akuntabilitas, efisiensi, dan
tranparansi pada produk perencanaan itu sendiri.
Pengaman pantai Ujong Blang hancur akibat terjangan ombak, 2003 |
Bahwa penentuan komponen
biaya perencanaan yang didasari penetapan besaran prosentase terhadap besaran
biaya fisik konstruksi cenderung memberi peluang kepada iklim kompetisi yang
kurang sehat di lingkungan perencana yang pada gilirannya akan memberi peluang
terciptanya kondisi destruktif dalam dunia perencanaan.
Pengaman Pantai yang baru, Ujong Blang, 2012 |
Sebagaimana diketahui, bahwa
perkembangan teknologi instrumen perencanaan termasuk didalamnya piranti lunak (soft-ware) untuk menganalisa,
mendisain, menghitung dimensi konstruksi sipil sudah semakin canggih dan mampu
menggantikan peran kuantitas tenaga perencana dalam batasan tertentu. Dengan demikian, pengukuran terhadap
kebutuhan tenaga perencana serta waktu yang diperlukan untuk pekerjaan ini
dapat ditentukan. Oleh karenanya, penetapan standarisasi tenaga ahli
perencanaan dirasakan sudah begitu penting, di samping akan mendorong
kreatifitas individu tenaga perencanaan
alam rangka meningkatkan daya saing, juga cukup berpotensi membangun
atmosfir kompetensi di lingkungan tenaga ahli perencanaan konstruksi. Meskipun demikian, dalam rangkaian proses
perencanaan masih terdapat aktivitas yang belum dapat diukur besaran kebutuhan
biaya yang diperlukan yaitu penciptaan konsep. Sebenarnya dalam suatu disain,
konsep inilah yang memiliki nilai jual dan daya saing, dan dengan konsep
ini pulalah semestinya transaksi produk
perencanaan itu terjadwal.
Dalam memenuhi tuntutan dan memuaskan owner tentunya konsep yang ditawarkan
para perencana menjanjikan nilai-nilai kompetensi dalam batasan logis, bukan
pada wacana yang tidak mungkin diterjemahkan ke dalam engineering design.
Kompetensi konsultan
perencana, tenaga ahli perencanaan konstruksi sesuai tuntutan pebangunan sudah
semestinya tergiring ke dalam suatu penilaian penciptaan konsep dari tujuan
konstruksi yang direncanakan dengan berlandaskan nilai manfaat yang didasari
safety,
efisiensi, dan efektivitas yang setinggi-tingginya. Artinya semakin mampu tim perencana atau
tenaga ahli perencana melahirkan konsep konstruksi yang memiliki nilai safety, efektif, dan
efisiensi yang tinggi, semakin besar pula apresiasi yang layak diperolehnya
dari konsep itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar