Ayah Liyas
Nama sebenarnya Ilyas H Yusuf, pria kelahiran 1949.
Aku mengenalnya lebih dekat pada tahun 2001, tatkala aku menjabat sebagai
Asisten II Setdakab Bireuen. Waktu itu terkesan Ayah Liyas cukup kasar dan
beringas. Pada saat itu pula ianya datang ke ruang kerjaku bersama beberapa
orang senior di Bireuen, termasuk Bang Safwan Razak. Aku layani mereka
selayaknya orang tua yang patut kuhargai. “Kali ini Ayah dapat proyek
pemasangan pipa di Matang,” katanya seraya menceritakan pengalamannya di masa
lalu. Aku membahas teknis perpipaan, sambil kelakar dan membuatnya bingung.
Ayah Liyas, 2006 |
Suatu ketika di tahun itu juga, Pak Sekda Hasan
Basri Djalil minta tolong carikan dana untuk PSSB sebesar Rp 9 juta, karena aku
bendahara di organisasi sepak bola itu. Lumayan, aku bingung hari itu karena
selaku Asisten II, praktis aku lebih banyak duduk di ruangan sesuai fungsiku sebagai
staf administrasi. Lantas kuberanikan diri mengungkap kepada Ayah Liyas. “Gampang,
kecil,” katanya panjang. “Berapa perlu,” katanya. Kujawab sesuai permintaan Pak
Sekda. “Bentar,” katanya. Tak lama kemudian Ayah Liyas kembali membawa uang
sejumlah yang diperlukan dalam bungkusan koran. “Kapan dibayar ni Ayah?,”
tanyaku. “Nggak usah pikir bayar, kapan ada aja,” sahutnya singkat.Aku semakin heran atas sikap Ayah, karena baru saja
akrab denganku. Semakin hari hubunganku dengan Ayah Liyas semakin akrab,
apalagi tatkala saling bahas tentang premanisme.
Ayah Liyas bercerita, bahwa ia telah mengenalku
jauh hari dari pertemuan itu. “Ayah kenal dari Pak Wan dan Apatuk,” katanya. “Jadi Ayah nggak
perlu sangsi dengan Razuardi,” jelasnya lagi. Sejak itu aku sering ke rumah
Ayah Liyas, minimal sebagai jaminan diri atas pinjaman Pak Sekda. Pada tahun
2002, aku dipindahkan oleh Pak Mustafa A Glanggang ke Disprindagop. Karena banyak
waktu luang di posisi itu, aku makin sering ke rumah Ayah Liyas, bahkan
menginap di situ bila musim mogok tiba. Sesekali kami pergi bertandang ke rumah
Ayah Asyeik, abangnya, sekedar main-main dan kelakar di sana.
Hingga pada tahun 2006, aku, Ayah Liyas, berserta
beberapa kerabat lain menjadi panitia pembangunan mesjid di Dayah darul
Istiqamah, sebelah halaman rumahnya, di Geulanggang Teungoh, Bireuen. Ayahpun semakin banyak mengenal para
penceramah dan guru mengaji. Setiap Jum’at aku shalat di Mesjid Darul Istiqamah
bersama Ayah dan usai shalat kami makan siang bersama khatib di rumah Ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar