Bang Tar Raden
Mukhtar Raden |
Nama lengkapnya Mukhtar Raden, meninggal tahun 2001 dan dikebumikan
di Desa Cot Trieng, Bireuen. Beliau merupakan tokoh Golkar asal Bireuen yang
pernah menjabat selaku Ketua DPRK Aceh Utara. Sosok ini cukup dermawan dan
mampu meberi solusi terhadap berbagai persoalan masyarakat waktu itu. Bang Tar
merupakan tokoh yang memaksa aku pulang ke Bireuen untuk menjabat Kepala Dinas
Bina Marga pada saat pemekaran. Semula aku merasa berat untuk pindah ke Bireuen
karena aku meyakini bahwa daerah baru cukup lengkap masalah yang dihadapi. Namun
pernyataan Bang Tar waktu itu cukup member semangat bagiku yakni, “meunyoe ken droe teuh soe pikee keu
Bireuen nyan,” katanya. Pak Hamdani Raden, adik kandung Bang Tar yang kala
itu menjabat sebagai Bupati Bireuen pertama, mempertanyakan kepada beberapa orang tentang
hubunganku dengan Bang Tar. Memang banyak yang tidak terungkap tentang
hubunganku dengan tokoh ini. Selain Bang Tar kerabat adik ayahku, Ridwan
Mahmud, menejer di PT Arun Lhokseumawe, aku pernah membantunya saat didemo
masyarakat Mbang
Aceh Utara awal tahun 1999. Masyarakat Mbang mendemo Golkar karena jalan dan
jembatan ke lokasi mereka sangat buruk dan tidak bisa dilalui. Bang Tar
memerintahkan kepala dinasku untuk meninjau ke lapangan bersama beberapa rekan
DPRK Aceh Utara. Aku ingat hari itu Sabtu, aku bersama rekan dinas Pekerjaan
Umum menuju lokasi karena kepala dinas menulis memo agar aku yang
menindaklanjuti permintaan DPRK. Semula aku kecut juga karena kondisi waktu itu
tidak menentu dan cukup mencekam seperti kerap diberitakan koran. Namun aku merasa
cukup kasihan kepada Bang Tar karena tidak ada rekan lain yang membelanya dalam
mengakomodir tuntutan masyarakat itu, terindikasi yang ikut ke lapangan
denganku hanya Salahuddin Ghafur dari partainya. Selain Salahuddin Ghafur hanya Pak Amiruddin
Lakoe dari fraksi ABRI yang ikut bersamaku ke lapangan.
Belum sampai di Mbang, di lokasi jembatan yang hanya terbuat dari
empat potong batang kelapa, aku melihat ratusan orang dengan parang di tangan.
Kami turun karena perintah dari pemimpin kelompok itu untuk melihat jembatan.
“Lihat, bagimana kami bisa lewat,” kata pemimpin mereka denga suara cukup
lantang. Salahuddin Ghafur membalas, “kan sudah saya bilang supaya jembatan ini
segera dibangun,” katanya dengan maksud aparatur dinaslah yang bertanggung
jawab. Aku memerintahkan staf dinas untuk melihat peta lokasi seraya
berujar,”jembatan ini memang akan dibangun tahun ini, hanya menunggu tender,”
kataku meyakinkan mereka meskipun tidak demikian. Lalu aku menemui pimpinan
kelompok itu dengan menawarkan agar mereka mengerjakan jembatan darurat di
situ. Orang berkacamata, Bang Leman namanya, setuju dengan usulku sembari
menanyakan kapan mereka mengambil gambar dan anggarannya. “Di DPRK hari Senin,”
kataku singkat sambil berfikir agar aku menyiapkan gambar serta anggaran
sesegera mungkin. Hari itu aku pulang ke rumah jam delapan malam, sesuai
permintaan kelompok itu melihat seluruh prasarana mereka yang rusak parah.
Keesokan harinya, Minggu, sekira pukul setengah sepuluh ketika aku
rehat di rumahku Komplek Padang Sakti Permai, Paloh, Lhokseumawe, tiba-tiba
mobil dinas BL 3 K berhenti di depan rumah. Aku mengintip dari jendela tertutup
gorden. Aku terkejut juga karena Bang Tar selaku ketua DPRK didampingi
Salahuddin Ghafur datang menggedor pintu. Tatkala aku membua pintu Bang Tar
menyela, “saya pikir kalian kemana hingga malam belum pulang juga,”
katanya. Bertiga kami membahas tindak
lanjut besok tatkala masyarakat Mbang datang ke DPRK. Begitulah sepenggal
cerita antara aku dan Bang Tar yang jarang diketahui orang, dan aku merasakan
tanggungjawab Bang Tar terhadap diriku cukup besar, tatkala aku menyikapi
persoalannya. Semoga perhatian Bang Tar kepada masyarakat Aceh Utara masa itu menjadi amalan di sisi Allah SWT.
assalamu'alakum pak razuardi
BalasHapuscerita yg sangat membanggakan, saya sebagai anak beliau mengucapkan bnyak terima kasih atas kepercayaan selama ini.. trims
alaikum salam, makasih syahril, ada satu motto penting dalam hidup, generasi yang handal yakni generasi yang menghargai karya generasi sebelumnya.
Hapus