Meugampong
250106
Dalam pergaulan masyarakat umum atau
pasaran sering didengar kalimat atau kata-kata yang mengekspresikan antipati
seseorang kepada sosok lainnya. Hujatan
yang mengandung penilaian negatif
terhadap sosok ini biasanya mendapat pengakuan dari masyarakat umum sehingga mempengaruhi imej
bagi komunitas tertentu
terhadap sosok yang sedang dibicarakan. Predikat
hujatan ini bisa saja berupa gelar negatif, profesi, sifat, bahkan sikap
keseharian.
Di Aceh sering masyarakat memberi
penilaian kepada para pejabat pelayanan publik seperti petugas kecamatan,
petugas lapangan, dan lain sebagainya, dengan istilah meugampong. Penilaian yang
terbangun di tengah masyarakat ini menjadi populer jika direspon secara
umum atau
ditabalkan khusus
kepada seseorang. Sulit rasanya menghapus predikat itu
dalam waktu relatif singkat, bahkan tidak terhapuskan.
Meugampong dalam strata nasional
sebenarnya sering juga digunakan oleh para elit politik dengan istilah
kampungan, norak atau lebih keren lagi tidak elegan. Meskipun demikian
kampungan tidak berarti orang kampung atau orang desa, banyak juga orang-orang kota yang memiliki lebel
ini. Begitu pula sebaliknya, banyak orang desa yang tidak kampungan, elegan dan
mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Istilah meugampong pernah gencar mewabah di kalangan
Sekretariat Bireuen di akhir tahun 2005. Tidak sedikit pejabat dilebelkan
dengan istilah ini, khususnya di kalangan pegawai perempuan. Aku pernah
terperogok dengan sekumpulan pegawai perempuan asyik terbahak saat usai
pelantikan pejabat struktural. “MGPTT,” ucap seorang pegawai perempuan
meperolok rekannya di dinas lain. “Ah nggak, cuma MGP,” balas yang lain.
Aku penasaran, khawatir istilah itu ditujukan kepadaku.
Kudekati beberapa dari mereka meski aku tidak mengenal secara dekat, untuk
berbaur seakan aku paham istilah itu. Setelah beberapa menit aku di situ, salah
seorang dari mereka menterjemahkan istilah itu, “MGPTT artinya meugampong that that, MGP, cuma meugampong aja pak,” katanya melanjutkan
tawa. Aku turut tertawa juga sambil coba memahami tentang respon mereka terhadap
ke sosok pejabat mana istilah itu di arahkan.
Aku mencoba mencari definisi dari predikat meugampong
bagi pejabat-pejabat yang baru dilantik setelah salah seorang pegawai perempuan
menginformasikan siapa saja yang tergolong dalam predikat tersebut. Aku coba
mengamati prilaku salah seorang pejabat yang ditunjuk pegawai tadi. Pertama
kuamati pejabat itu nyinyir, suka mengomentari yang tak perlu di luar
urusannya. Kedua, sok tahu tentang banyak informasi yang aku sendiri tidak
yakin dia mengetahui. Ketiga, pejabat itu sok jaga wibawa sehingga membatasi
sapa kepada orang-orang tertentu se-level
dengannya. Selanjutnya, besok kuperhatikan lagi pejabat lain yang
ditunjukkan para komunitas wanita kemarin. Pejabat yang satu ini memiliki
kelainan, ku-eh, populernya sirik
yang selalu sinis melihat kinerja rekannya. Ada lagi, sikap pejabat itu yang
selalu mengungkap pembenaran, tendensius. Belum cukup, kudapati lagi sikapnya
yang membungkus ke-aliman namun kerap memandang dengan jelalatan wanita
melintas. Begitulah, kesimpulan sementara yang aku dapati dari beberapa sampel
pejabat, mungkin masih ada lagi yang belum ditemukan.
Beberapa rekan mengajak melakukan survei bersama lembaga
perguruan tinggi tentang Pengaruh Sikap Meugampong Terhadap Kinerja
Pejabat. Namun, aku belum punya waktu untuk itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar