Mutasi Kimpraswil
2006
Ir Zulkifli, Sp |
Jelang akhir 2005, saat pak Mustafa A Glanggang
menjabat Bupati Bireuen, aku pernah diarahkan untuk kembali memimpin dinas
teknis sesuai bidangku, ke-PU-an. Waktu itu nama dinas teknis itu Kimpraswil,
produk penggabungan Dinas Bina Marga yang pernah aku pimpin sejak tahun 2000
hingga 2001, Dinas Cipta Karya, dan Dinas Pengairan. Berita arahan itu aku
terima dari Ir Saiful Anwar, timses Pak Mustafa saat suksesi pimpinan daerah
pada 2002. Waktu itu aku masih menjabat Kepala Dinas Perindustrian,
Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop). Aku selalu menolak permintaan
Saiful karena aku tidak berkenan jabatan yang aku emban sarat kepentingan
politis, meskipun mungkin tidak demikian adanya. Akhirnya, pada 6 Desember 2005
aku dilantik menjadi Kepala Bappeda Bireuen menggantikan Dr Ir Adli Yusuf, M
Sc.
Ir T Zahedi, MT |
Selaku Kepala Bappeda, aku banyak berdiskusi
tentang konsep Bireuen ke depan bersama Pak Mustafa, layaknya sejak aku di
Disperindagkop. Banyak ide Pak Mus yang aku terjemahkan ke dalam strategi
aplikatif, seperti Kawasan Industri Bireuen (KIB) dan beberapa yang lain.
Suatu kali, awal 2006, Pak Mus memanggilku,
membicarakan tentang sosok pemimpin Dinas Kimpraswil seperti yang pernah
dibicarakan Saiful beberapa waktu lalu. Seingatku, hari itu Jum’at pagi
bertempat di ruang kerjanya di Meuligoe. Beliau menanyakan langsung kepadaku
tentang sosok yang cocok menduduki jabatan Kepala Kimpraswil menggantikan Pak
Darmawan. Aku menyarankan dua nama untuk maksud itu, yakni Ir Zulkifli, Sp dan
Ir T Zahedi, MT. Alasanku, kedua dari mereka memiliki keterampilan teknis yang
handal meskipun dalam pengalaman berbeda. Nama pertama ahli pengairan,
sementara yang kedua ahli jalan dan jembatan. Tanpa pikir panjang, Pak Mus
langsung menelepon kedua calon yang kuusul dan dalam sekejab kedua mereka hadir
ke ruangan kerja tempat aku dan Pak Mus duduk.
Setelah beberapa menit bercerita ringan seputar
kesehatan, Pak Mus langsung ke persoalan, rencana mutasi. Saat ditanya kesediaannya,
kedua kandidat itu menolak dengan alasannya masing-masing. Zahedi yang kala itu
menjabat sebagai Kabid Bina Marga beralasan, “belum pantas pak, masih ada Pak
Zulkifli yang senior,” katanya. Sementara Zulkifli beralasan, belum mampu
memimpin sebuah dinas. Aku dan Pak Mus berusaha meyakinkan mereka berdua agar
salah satunya mau menggantikan kepala dinas yang sekarang. Jelang shalat
Jum’at, sekira pukul setengah dua belas, Pak Mus menutup pertemuan itu, “coba
kalian duduk bertigalah, jam lima sore saya sudah mendapatkan nama dari Pak
Razuardi,” kata Pak Mus.
Seraya keluar ruang kerja Pak Mus, aku meminta
mereka menemuiku setelah shalat Jum’at di rumah Ayah Liyas di Desa Geulanggang
Teungoh, Bireuen, untuk membicarakan hal mutasi, kedua mereka menyetujui. Karena
aku selalu shalat Jum’at di Mesjid Darul Istiqamah dekat rumah Ayah Liyas,
tidak terlalu sulit untuk ketemu, apalagi di meja makan rumah itu sangat
memungkinkan untuk rapat kecil.
Usai shalat Jum’at, kurang lebih setengah jam,
Zulkifli dan Zahedi tiba dengan kendaraan berbeda. Ayah Liyas mempersilahkan
masuk sambil mengarahkan ke meja makan, tempat aku asyik merokok dan minum
kopi. Mereka menggeser kursi untuk duduk berhadapan denganku, sambil
berkomentar tentang suasana shalat Jum’at di masing-masing mesjid. Aku
mengangguk saja seraya berguyon juga menyahuti komentar mereka.
Dalam suasana santai dan penuh kelakar aku mengajak
mereka menentukan siapa dari mereka yang bersedia jadi kepala dinas. Kedua
mereka tetap dengan jawaban sama seperti di ruang kerja Pak Mustafa. Dialog
yang tidak membuahkan hasil itu berjalan hingga setengah jam lebih, sementara
jam sudah menjelang pukul tiga (15.00 WIB). Akhirnya, aku bersikap, “kalau
saling tolak terus, saya tidak dapatkan jawaban untuk Pak Mus,” kataku. “Jadi sekarang,
saya tentukan menurut usia sajalah. Siapa yang tua di antara kalian,” tanyaku.
Zahedi menunjuk Zulkifli, yang memang usianya lebih tua satu tahun dari Zahedi.
“Kalau begitu Pak Zul yang jadi kepala,” kataku singkat. Zulkifli tetap menolak,
namun aku berkeras. Akhirnya, “tapi Pak Raju dan Pondi harus tolong saya terus
lah,” kata Zulkifli dengan maksud menuntut dukungan dari aku dan Zahedi. Aku
lega, tanpa pikir panjang selepas temu pisah pasca Jum’at-an hari itu aku
meluncur ke Meuligoe, menemui Pak Mus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar