Kantor
Timses Berdampingan
09062012
Kantor Timses Damai, 2012 |
Musim pilkada Bireuen priode 2012-2017 tiba. Para
pasangan kandidat yang telah yakin untuk meu-launching diri semakin berbenah memenuhi kebutuhan, paling tidak
untuk mendongkrak prestise. Salah satu kebutuhan yang paling bergengsi adalah kantor
atau sekretariat, tempat para pihak berkepentingan menemui manajemen timses
atau kandidat. Setiap kandidat paling sedikit harus memiliki satu kantor, sementara
pasangan calon yang memiliki finansial kuat kantor timses bisa lebih dari satu.
Berikut fasilitas lain seperti kendaraan mewah yang banyak.
Aku dan Husaini hanya memiliki satu kantor timses
di jalan Medan-banda Aceh, Desa Pulo Ara, Bireuen. Itupun sumbangan para
simpatisan yang sejak awal bersimpati kepada pasangan kami, Husaini-Razuardi
(Husra). Semula, sebagian rekan rada keberatan kantor timses Husra di tempat itu
karena bersebelahan langsung dengan Kantor Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Alasan
sebagian rekan tersebut cukup dapat diterima karena mereka mendengar saudara
Murdani, kader PPP, juga akan maju sebagai kandidat musim pilkada ini.
Ada diskusi kecil di antara aku, Husaini, serta
beberapa pekerja di timses Husra. Namun aku mendengar Husaini berkeras sesuai
dengan saranku agar kami tidak menciptakan persaingan yang tidak perlu sesama
kandidat. “Jadi tidak masalah kantor bersebelahan,” kata Husaini. Puluhan anak buah Husaini yang terkesan sangar
menuruti pesan yang disampaikan.
Beberapa minggu setelah kami mengaktifkan kantor
timses Husra, anggota timses pasangan Hamdani
Raden-Murdani datang hendak memasang baliho besar setara baliho Husra yang
lebih dulu terpasang. Malam itu mereka sedang menuggu rekan untuk memasang
baliho itu yang lumayan beratnya. Madi, penjaga kantor Husra beserta beberapa
yang lain turut membantu.
Kondisi yang luar biasa ini berlanjut hingga ke
hari-hari berikutnya. Tatkala anggota timses Hamdani-Murdani mengadakan rapat
dengan kunjungan sepeda motor yang lumayan banyak, mereka saling berkoordinasi
tentang penggunaan areal parkir di depan kantor Husra, begitupula sebaliknya.
Suatu malam, aku bertemu Murdani tatkala sama
keluar kantor menunggu jemputan. Kami saling menyapa dan disaksikan para timses
masing-masing. Suatu hal kurasakan malam itu, yang kudapati dari pertanyaan beberapa
rekan Husra tentang sikapku dan Murdani. Aku puas sekali karena mereka bertanya serupa
itu dan aku mampu meyakinkan mereka bahwa pilkada bukanlah fasilitas untuk
membangun permusuhan. Isu pertemuanku dengan Murdani berikut penjelasannya
menjadi bahasan setiap kali rapat di kantor Husra. Suasana itu kupahamkan
sebagai upaya pencerdasan bagi rekan-rekan agar tidak perlu memikirkan atau
merancang persaingan negatif dalam pilkada. Sesekali mereka bertanya juga
kepadaku tatkala terjadi debatan kecil di antara mereka dengan topik, “untuk
saat ini kita harus menutup diri dari pihak berseberangan”. Aku menjawab seraya
membangun pemahaman, bahwa semua kandidat adalah putera-putera terbaik menurut
pendukungnya yang mempunyai hak sama dalam pilkada. “Persoalan menang kalah
bukan urusan kita,” kataku singkat.
Ada keuntungan lain yang datang dengan sendirinya,
yakni para peminta sumbangan atau pendukung yang berpura-pura, tidak leluasa
membual di Kantor Husra, begitu pula sebaliknya. Memang ada juga beberapa yang
terjebak dengan kondisi ini. Beberapa petualang yang baru keluar dari kantor Hamdani-Murdani
dan menyeberang ke Kantor Husra, ditegur oleh Madi setelah diberitahukan petugas
kantor sebelah. Ada juga yang bersembunyi takut dilihat sehingga baru keluar
kantor tengah malam setelah sepi.
Ternyata besebelahan kantor memberi pembelajaran
tersendiri bagi para petualang. Belenggu ketidak-jujuran cukup menyiksa mereka.
Pembelajaran lain juga tidak kalah pentingnya, yakni saling menghargai sesama
timses membangun kejujuran sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar