Evaluasi
Sosok
sketsa sampel, 2013 |
Aku
punya rekan yang menarik untuk menjadi bahan evaluasi dalam hal karakter
aparatur, pegawai negeri sipil. Memang evaluasi tak resmi ini dapat relatif
bermanfaat bagi pengayaanku atau berbagai pihak yang berkenan. Tentu aku
mencermati sosok berpostur kontra proporsional dalam tampilan, menurut beberapa
penilaian rekan-rekan lain. Sejak tahun 1990, tatkala kami sama bertugas di Kabupaten
Aceh Utara, aku melihat sosok sampel ini yang kerap bersikap ramah kepada
setiap orang, dengan menyapa lembut. Seperti siapapun juga, aku biasa menilai
sosok aparatur ini dari ekspresi eksternal karena bahagian internal terlalu
sulit untuk kujangkau. Wajah sosok ini dingin, jauh dari kesan sosok gaul yang
menjadi trend di akhir abad ke 20.
Perjalanan
karirku seiring dengannya, walau tidak pernah dalam suatu institusi. Perhatianku
selanjutnya, sosok ini membangun pencitraan lewat beberapa organisasi, baik
organisasi massa maupun organisasi sosial. Sosok itu mampu mengesankan sebagai
orang berkualitas baik budi, bercitra positif, meskipun tingkat penyelesaian permasalahan
organisasi yang dikelolanya relatif mengambang.
Aku
tidak pernah merasa memiliki rivalitas dengan sosok sebaya ini karena memang
berasal dari disiplin ilmu berbeda. Setelah sama bertugas di Kabupaten Bireuen,
beberapa rekan sesama aparatur sering melaporkan upaya pemupusan citra dari
sosok ini terhadapku. Tapi aku kurang respon terhadap hal serupa itu karena
banyak menguras pemikiran yang tidak penting dariku. Sering aku katakan pada
rekanku, bahwa jika orang itu perlu diskusi atau debat denganku, siapkan tempat
yang representatif. Aku semakin bersemangat, karena sosok yang diceritakan ini
merupakan target evaluasiku sejak lama, dan aku ingin menulis kesimpulan akhir
dari penelitian tak resmi ini.
Di
awal 2013, aku mendapatkan kesimpulan dari sosok seperti itu. Lebih kurang 23
tahun aku mencermati gelagat dan mendengar informasi tentangnya.
Untuk sementara, aku merasakan bahwa daya tarik sosok tadi dilakukan dengan
upaya yang dibuat-buat atau berlebihan. Belum lagi ekspresinya yang jaim (jaga
imej) dan kerap membuat pendekatan di luar tugas dengan tujuan membangun
pencitraan. Selaku atasan, mungkin saja aku keliru bersikap untuk menaruh
kepercayaan padanya. Untuk menyikapi keadaan, aku lebih percaya bisikan hati dalam
menghadapi sosok ini. Suatu ketika hati berkata,”tampilan orang ini tidak menarik ditambah air mukanya yang dusta,” aku
melakukan ekspresi sikap bersahabat dan memberi tugas sesuai bidangnya, berikut
meminta solusi darinya. Jawabannya kerap mengambang dan aku simpulkan dia itu
bukan yang sebenarnya dan benar. Kerabatku di Banda Aceh mengabarkan bahwa
kesulitan pengurusan pindahku ke Aceh Tamiang merupakan kolaborasi kontribusi
dari arogansinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar