Di millenium ke-3 ini banyak karya sastra roman dari timur tengah yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia. Karya roman itu relatif vulgar untuk masa sebelum ini dan jarang beredar ke dunia luar. Begitulah keterbukaan dunia, dampak dari budaya massa.
Sore
itu
Terjemahan
dari :
That
Afternoon
karya
: Sembel Du Kosem
Kuhubungi Sefney Dorris untuk
bertemu di kantor sore itu. Wanita belia itu mengiyakan dengan perasaan berat. Setidaknya,
begitu yang tersirat dari komunikasi beberapa hari terakhir, layaknya pasangan
mesra yang sedang dirundung soal pelik. ”Sudah
Zel, kita cukupkan saja sampai di sini”, ungkap Sefney sejak tiga hari lalu. Aku selalu berkeras untuk bertahan. ”Tidak Sef, aku tidak mampu melupakanmu”, kataku selalu
berdalih. Tak mudah melupakan sosok Sefney, rupawan berparas Lebanon, pemilik
banyak talenta yang kerap menumbuhkan opini kekaguman setiap orang berkenalan
dengannya.
Cintaku kepada Sefney sulit
diukur dengan wujud apapun, begitupula sebaliknya. Banyak kisah romantis
mendukung ketulusan cinta kami yang terbangun itu. Begitu indah, begitu hakiki
dan semakin menguasai perasaan masing-masing. Terlebih lagi saat berdua
beberapa minggu silam yang kami lalui di Venecia
Appartement cukup membahagiakan, ”tak berbanding”, komentar kekasihku itu berkali. Akupun menimpali
dengan ucapan sama, penuh pengakuan. Suasana romantis ditambah dengan ekspresi
ketangguhan cinta masing-masing seakan melupakan kami berdua punya pasangan lain.
”Rozel, belum laparkah engkau?”, tanya Sefney lembut sayang mengingat aku
seharian tidak mencicipi sepotong pizzapun, makanan pokok negeri itu. Aku
menggeleng, ”Kenikmatan ini melebihi segalanya”, balasku. Peluang
menyiakan waktu seakan tertutup rapat oleh bongkahan besar cinta kami di musim
liburan itu.
Pertemuan sore itu terlihat
Sefney sedikit murung. Aku menegurnya mesra, sambutannya dingin tanpa ekspresi.
Kuungkap perasaanku kepadanya, dia gelisah bercampur marah. Terkadang sedikit
mengancam untuk tidak menemuiku lagi. Kuremas jemarinya, dia tak membalas
kecuali memandangku jengkel. ”Sudah Zel, kita akhiri semua ini, lupakanlah,” ucapnya pelan. Aku tetap keras bertahan meyakinkan diri, dia milikku.
Kutatap dia lama-lama,
kutarik lengannya. Dia berdiri melayani sedikit kesal, ”mengapa tak mengerti
juga”, bentaknya pelan.”Tidak Sef, aku sangat mencintaimu.” Lantas kupeluk ia erat sekali, kucium kedua pipinya, keningnya, dan
bibirnya juga. Perasaanku semakin tak menentu. ”Aku tak
sanggup kehilangan engkau Sef,” mengiringi dekapan eratku jelang melepas. Kami duduk
lagi di kursi semula, bersebelahan. Sesekali dia menatapku
untuk kembali berpaling. Kami berdua menyambung cerita yang kurang berpihak kepada
cinta besar termiliki. Kembali diam, hening tanpa komentar. ”Aku tersiksa Zel, tidak sanggup aku memelihara cinta besar ini”, gumamnya di
sela-sela diam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar