Iskandar Tsani, Keturunan Iskandar Yang Agung
(356 SM-323 SM)
Dalam sejarah teturunan raja-raja Melayu, nama Iskandar Zulkarnain kerap disingung. Informasi tentang sosok ini turut melengkapi catatan sejarah Aceh masa pemerintahan Iskandar Tsani (1636-1641 M). Diyakini bahwa Sulthan Aceh pasca Iskandar Muda (1607-1636 M) ini merupakan keturunan Iskandar yang Agung, kaisar Macedonia. Dalam legenda Islam, Iskandar yang Agung ini lebih dikenal dengan nama Iskandar Zulkarnain. Dalam cerita di negeri Barat, sosok ini lebih populer dengan sebutan Great Alexander.
Bustanus Salatin, karangan
Syeh Nuruddin Ar-Raniri mengulas banyak seputar kehadiran Iskandar Thani, putra
Melayu mejadi pemimpin Aceh setelah
Iskandar Muda. ”Maka diketahui Raja
Iskandar Muda dengan ilmu firasatnya, bahwasanya ialah Raja Diraja yang turun
temurun dan ialah yang termasyhur namanya pada segala alam dan ialah anak cucu
Raja Iskandar Zulkarnain. Maka seharusnya kuambil ia akan anakku”. Demikian
kutipan Bustanus Salatin, dalam penjelasan tentang alasan penetapan Iskandar
Thani menjadi putra mahkota Kerajaan Aceh. Sulthan Aceh ini adalah putra
Sulthan Ahmad, penguasa Pahang yang ditaklukan Iskandar Muda pada 1618 M. Dalam
usia belia, ia bersama ibunya, Putri Pahang (Putroe Phang) dibawa ke Aceh
sebagai tawanan. Namun ketentuan Tuhan Semesta Alam tak mampu dibendung
makhluknya. Iskandar Thani putra Melayu ditakdirkan menjadi raja di negeri yang
menawannya.
Tidak berlebihan, jika
sosok Iskandar Agung yang kerap diceritakan turut mewarnai peradaban dunia ini,
diulas lebih dekat sehingga cukup beralasan bagi para generasi untuk mengaitkan
keberadaan kerajaan sekarang dengan masa lalu. Fitur ini relatif penting,
mengingat pesan-pesan penaklukkan yang diperankan Iskandar Agung membangkitkan
semangat serupa, seperti yang dilakukan Iskandar Tsani. Pengepungan kota
Portugis, Lafamusa di Malaka pada 1640 M, menyiratkan Thani terobsesi oleh
ketangguhan leluhur dalam upaya penaklukan itu.
Keterkaitan kisah antar
sosok, antara Iskandar Thani pada abad ke-17 dengan Iskandar Agung yang
melegenda sejak tiga abad sebelum masehi ini, acap memunculkan rasa
keingintahuan banyak kalangan. Tentu dibutuhkan informasi untuk semua tentang
kiprah keduanya, karena rentang waktu yang relatif jauh tersebut tidak luput
dari bias zaman yang sarat kepentingan. Lazimnya, penyelamatan informasi lebih
mampu dilakukan dengan proteksi silsilah yang juga merupaka tradisi para ahli
waris suatu sistem kerajaan.
Iskandar Yang Agung, penakluk kesohor dari abad silam itu
dilahirkan di Pello tahun 356 SM, ibukota Macedonia. Ayahnya, Raja Philip II
dari Macedonia merupakan seorang yang visioner. Philip memperbesar dan
mengorganisir Angkatan Bersenjata Macedonia serta mengubahnya menjadi kekuatan
tempur handal di zamannya. Pertama kali penggunaan Angkatan Bersenjata pilihan
ini, yakni tatkala ia menaklukkan daerah sekitar hingga sampai ke utara Yunani,
kemudian berbalik ke selatan hingga menguasai hampir seluruh Yunani. Philip juga
membentuk federasi kota-kota Yunani dan bertindak sendiri sebagai pemimpin. Begitupun, ragam sukses penaklukan mampu diraih, nahas tak dapat ditolak. Tatkala merancang penyerangan
terhadap Kekaisaran Persia yang cukup luas, yang berada di sebelah timur Yunani,
Philip terbunuh, dalam usianya yang baru mencapai empat puluh enam tahun.
Iskandar
Agung berusia dua puluh tahun tatkala ayahnya wafat. Meskipun
dalam belia, Iskandar tak menemui kesulitan untuk menggantikan tahta ayahnya. Memang jauh sebelumnya, Philip dengan cermat melakukan persiapan untuk penggantinya,
Iskandar. Sebagai sosok berbakat dalam memimpin dan berdisiplin tinggi,
Iskandar sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman kemiliteran cukup lumayan.
Dalam hal pendidikan intelektual pun Philip tidak
mengabaikannya. Guru buat Iskandar disediakan ayahnya seorang yang istimewa,
yakni Aristoteles. Sosok guru paling disegani, cendikiawan dan filosof yang
paling termasyhur di dunia masa itu.
Di Yunani maupun daerah-daerah belahan utara, penduduk
yang ditaklukkan Philip memandang kematian Philip merupakan kesempatan bagus
untuk menghalau dan menumbangkan kekuasaan Macedonia. Terindikasi wilayah taklukan
mulai mempersiapkan aksi untuk melakukan perlawanan. Namun kenyataan bercerita
lain, hanya dalam tempo sekira dua tahun bertahta, Iskandar mampu menumpas
gejolak di kedua daerah itu.
Sesudah
tuntas meredam gejolak dalam negeri, perhatian dialihkan untuk mewujudkan
obsisi ayahnya, taklukkan Persia. Selama dua ribu tahun bangsa Persia menguasai wilayah
yang amat luas, membentang mulai dari Laut Tengah hingga India. Kendati Persia
tidak lagi berada dalam puncak kehebatannya, namun masih tetap merupakan lawan
yang tangguh dan disegani. Di samping merupakan kekaisaran yang paling luas,
Persia juga paling kuat dan paling kaya di muka bumi. Iskandar melancarkan serangan pertamanya ke Persia tahun
334 SM. Karena dia harus menyisihkan sebagian pasukannya di dalam negeri untuk
memelihara dan mengawasi miliknya, Eropa. Iskandar cuma memiliki 35.000 balatentara
yang selalu menyertainya tatkala dia melakukan petualangan berani matinya. Suatu
jumlah kecil tak berarti jika dibandingkan dengan kekuatan Angkatan Bersenjata
Persia. Di samping sejumlah kemalangan yang menimpanya, Iskandar juga
meraih serentetan kemenangan dalam gempurannya terhadap pasukan Persia. Ada tiga faktor yang menjadi sebab Iskandar leluasa meraih kemenangannya.
Pertama, pasukan yang ditinggalkan ayahandanya, Philip, betul-betul terlatih
dan terorganisir baik, lebih baik dari pasukan Persia. Kedua, Iskandar sendiri
seorang panglima perang yang genius, mungkin paling genius di sepanjang zaman.
Ketiga, keberanian Iskandar sendiri. Meskipun dia memimpin pada tahap awal
pertempuran berada di belakang garis front, keputusan Iskandar memimpin sendiri
pasukan berkudanya, cukup memberi pukulan yang sangat menentukan. Keputusan ini
merupakan cara yang penuh resiko, dan tak jarang Iskandar terluka dalam
berbagai pertempuran. Dengan demikian, pasukannya menyaksikan langsung bahwa Iskandar
betul-betul tidak kepalang tanggung menghadapi bahaya dan tak serta-merta
membebankan risiko pada pundak orang lain. Hal ini memberi dampak langsung terhadap
peningkatan moral prajurit yang cukup meyakinkan.
Selanjutnya
Iskandar memimpin pasukannya menerjang Asia Kecil, menghajar habis pasukan
kecil Persia yang ditempatkan di situ. Sukses di daerah penaklukan itu, dia
bergerak menuju utara Suriah, menggilas pasukan besar Persia di kota Issus.
Rampung di sini dia balik menyerbu ke arah selatan. Setelah terlibat pertempuran
berat dan sulit sepanjang tujuh bulan, dia berhasil menaklukkan kota pulau
Phoenicia Tyre yang kini bernama Libanon. Tatkala Iskandar sedang bertempur di
Tyre, dia menerima pesan dari Raja Persia yang menawarkan separo kerajaannya untuk
Iskandar asal saja Iskandar bersedia menyetujui perjanjian perdamaian. Salah seorang jenderal pasukan Iskandar,
Parmenio, mengganggap tawaran bagus dan layak diterima. "Jika aku Iskandar,
tawaran itu kuterima." Iskandar menjawab enteng komentar jenderal itu,
"Begitu pula aku, andaikata aku ini bernama Parmenio."
Sesudah Tyre terkuasai, Iskandar meneruskan gerakannya ke
selatan. Menyerbu Gaza dan wilayah ini bertekuk lutut setelah terjadi pertempuran
selama dua bulan. Beda dengan Mesir yang menyerah tanpa pertempuran apa pun. Di
saat menguasai Mesir, Iskandar menetap sebentar sekedar memberi waktu istirahat
bagi prajurit-prajuritnya. Di negeri itu, kendati umurnya baru dua puluh empat
tahun, dia diberi anugerah gelar Firaun, gelar raja-raja Mesir. Sesudah dirasa cukup istirahat, Iskandar dan
pasukannya bergerak lagi kembali ke daratan Asia. Dikobarkannya lagi
pertempuran hidup-mati yang sungguh
mempertaruhkan reputasi di wilayah Arbela pada tahun 331 SM. Sejarah mencatat, dia
sepenuhnya sudah melumpuhkan sebagian besar balatentara Persia dalam tahun itu.
Dalam suasana gemilang itu, Iskandar memboyong tentaranya
ke Babylon dan menerobos masuk ke kota-kota Persia, Suso dan Persepolis. Raja Persia
Darius III (bukan pendahulunya Darius Yang Agung) dibunuh oleh opsir-opsirnya di
tahun 330 SM dengan tujuan agar tidak memaklumkan menyerah kepada Iskandar. Begitupun,
Iskandar menggempur tuntas seluruh pertahanan Babylon dan membunuh pengganti
Darius. Dalam pertempuran selama tiga tahun terakhir, tercatat Iskandar sudah
menaklukkan semua belahan timur negeri Iran dan terus mendesak ke Asia Tengah.
Dengan segenap Kekaisaran Persia berada di bawah kekuasaannya,
Iskandar selayaknya ambil keputusan kembali pulang ke negerinya dan
mengorganisir daerah kekuasaannya. Tetapi, haus penaklukannya tak tertahankan
lagi, dan dengan alasan itu pula dia meneruskan penyerbuannya ke Afganistan. Di
situ dia giring tentaranya melintasi pegunungan Hindu Kush menuju India. Serentetan
kemenangan besar direnggutnya di bagian barat India hingga ianya bermaksud
melanjutkan serangan ke bagian timur India. Tetapi, pasukannya sudah terlalu letih
akibat bertempur bertahun-tahun, dan menolak meneruskan penyerbuan. Memahami
kondisi, akhirnya Iskandar kembali ke Persia.
Sesudah kembali ke Persia, Iskandar menghabiskan waktu
sekitar setahun mengorganisir tentara dan wilayah kekaisaran yang dikuasainya. Iskandar
dibesarkan dalam keyakinan bahwa kebudayaan Yunani adalah satu-satunya
kebudayaan yang unggul dan terbaik. Semua bangsa yang bukan Yunani adalah
bangsa barbar. Keyakinan seperti itu tentunya tersebar luas di seluruh alam
pikiran dan dunia Yunani, bahkan Aristoteles sendiri berpendapat begitu. Terlepas
dari keberhasilannya menumpas habis tentara Persia, Iskandar menyadari bahwa
bangsa Persia bukanlah bangsa barbar. Orang-orang Persia bisa saja sama mampu
dan sama pandai dengan orang Yunani. Oleh karena itu Iskandar berniat untuk
menggabungkan kedua kekaisaran itu jadi satu. Dijelmakannya pembentukan
gabungan budaya dari kerajaan Graeco-Persia dengan dirinya sendiri sebagai
penguasa. Tersirat pengakuan bahwa bangsa Persia merupakan partner sederajat
dengan bangsa Yunani dan Macedonia. Implementasi kolaborasi dua kekaisaran
berjalan sukses sehingga banyak orang Persia terekrut ke dalam angkatan perangnya.
Iskandar mengadakan pesta besar, yang disebutnya dengan peristiwa "Perkawinan Barat dan Timur". Ketika itu ribuan tentara Macedonia secara resmi mengawini puteri-puteri
Asia. Dia sendiri, walaupun sudah mempersunting istri seorang gadis bangsawan
Asia sebelumnya, kawin lagi dengan puteri Darius.
Menyadari angkatan perang semakin tangguh, Iskandar
bermaksud melakukan tambahan penaklukan yang sudah diorganisir kembali. Dia bermaksud
menaklukkan Arabia, serta wilayah-wilayah yang terletak di belahan utara
Persia. Dia berencana menduduki India dan menyerbu Roma,
Carthago serta negeri seputaran laut tengah. Betapapun rencana itu sudah
tersusun, yang jelas tak ada penaklukan-penaklukan berikutnya. Di awal bulan
Juni tahun 323 SM tatkala Iskandar berada di Babylon, tiba-tiba dia terserang
demam tinggi dan meninggal dunia sepuluh hari kemudian. Saat itu umurnya belum
lagi mencapai tiga puluh tiga tahun. Iskandar tidak menunjuk penggantinya, dan segera
sesudah dia tiada mulailah terjadi perebutan kekuasaan. Dalam pergumulan ini,
bundanya, istrinya, anak-anaknya semuanya terbunuh. Kerajaannya tercabik-cabik
akibat perebutan di antara para jenderalnya. Karena Iskandar mati dalam usia amat muda dan tak
pernah terkalahkan, banyak spekulasi apakah gerangan yang akan terjadi
andaikata usianya panjang. Apabila dia membawa pasukannya menyerbu dan
menaklukkan daerah-daerah sebelah barat laut tengah, besar kemungkinan dia akan
berhasil, dan dalam hal ini seluruh sejarah Eropah Barat akan mengalami
perubahan besar-besaran.
Wilayah Kekaisaran Iskandar Yang Agung
Iskandar
seorang tokoh yang teramat dramatis dalam sejarah, sehingga karier dan
pribadinya tetap jadi sumber kekaguman. Bukti-bukti kesuksesan kariernya cukup dramatis dan banyak kisah
bermunculan menyangkut namanya. Dan jelas sekali sudah menjadi ambisinya
menjadi penakluk terbesar sepanjang jaman. Selaku pejuang individual, pada
dirinya tercakup kemampuan dan keberanian. Sebagai
seorang jenderal, dia teramat ulung, karena selama sebelas tahun pertempuran,
tak sekali pun terkalahkan. Bersamaan dengan itu, dia seorang intelektual yang
belajar di bawah asuhan Aristoteles dan menguasai sajak-sajak Homer. Dalam hal merealisir gagasan bahwa bangsa yang bukan Yunani tidaklah
mesti bangsa barbar, jelas menunjukkan bahwa pikirannya punya daya jangkau
lebih jauh ketimbang sebagian besar pemikir-pemikir Yunani saat itu. Di lain pihak, Iskandar memiliki pandangan cupet. Meski berulang kali dia
menghadapi risiko dalam pertempuran, dia tidak mempersiapkan penggantinya.
Keteledoran inilah yang menjadi penyebab begitu cepat kerajaannya hancur
berantakan setelah dia tutup usia.
Iskandar berwajah rupawan, dan dia bermurah hati kepada
musuh yang dikalahkannya. Di lain pihak, dia juga seorang "egomaniac" dan bertabiat kejam. Pada suatu peristiwa, ketika
terjadi pertengkaran, sementara dirinya dalam keadaan kurang kontrol, dia
membunuh teman akrabnya, Clertus, seorang yang pernah menyelamatkan jiwanya. Dalam jangka panjang, pengaruh terpenting dari
penaklukan yang dilakukan Iskandar adalah mendekatkan kebudayaan Yunani dengan
Timur Tengah, sehingga masing-masing mendapat faedah untuk menambah dan
mempertinggi kebudayaan masing-masing. Selama dan sesudah masa keberadaan Iskandar, kebudayaan
Yunani dengan cepat tersebar ke Iran, Mesopotamia, Suriah, Yudea, dan Mesir.
Meskipun masa sebelum Iskandar, kebudayaan Yunani memang sudah merasuk ke
daerah-daerah ini tetapi berjalan lambat. Iskandar menyebarkan pengaruh
kebudayaan Yunani ke India dan Asia Tengah, daerah yang belum terjamah
sebelumnya. Dalam masa abad Hellenistik (abad-abad segera sesudah
langkah-langkah Iskandar) gagasan timur, khususnya gagasan keagamaan tersebar
ke dunia Yunani. Dengan kebudayaan Hellenistik ini, terlihat Yunani lebih
dominan, namun tanpa disadari pikiran timur
cukup besar mempengaruhi Roma.
Dalam perjalanan kariernya, Iskandar mendirikan lebih
dari dua puluh satu kota baru. Termasyhur dari semua itu adalah Alexandria (Iskandariah)
di Mesir yang relatif cepat menjadi kota terkemuka di dunia, serta merangkap
sebagai pusat budaya dan pendidikan yang termasyhur. Kota lainnya seperti Herat
dan Kandahar di Afganistan juga berkembang jadi kota-kota penting. Begitulah keterkaitan kisah tiga Iskandar yang menghiasi cerita
tanah Serambi Mekah. Iskandar Muda dan Iskandar Tsani terobsesi akan kebesaran
nama Iskandar Yang Agung, Sang Penakluk, di dataran Eropa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar