Mindset
Jabatan Struktural
Setelah
menjalani pekerjaan selaku pegawai negeri sipil selama kurang lebih 23 tahun,
tidak belebihan jika aku mencoba mengungkap kondisi pejabat struktural dalam
kurun waktu itu. Pengamatan yang aku lakukan sejak aku berstatus sebagai tenaga
honorer di Dinas PU Aceh Utara, 1989. Kesimpulan awal yang aku dapati yakni, mindset seorang pegawai sangat
dipengaruhi oleh sosok pertama kali yang dijumpainya dalam memimpin tim kerja.
Jika sosok atasan yang dijumpainya seorang manusiawi dan cerdas maka manusiawi
dan cerdaslah pekerja pemula itu. Begitu juga sebaliknya, tatkala yang
bersangkutan bertemu dengan atasan pencuriga, tak mustahil pekerja pemula itu
menjadi pengintai sesamanya.
Atasan
dan rekanku sesama pejabat juga lumayan jumlahnya, mengingat aku berkarir dari
pengawas lapangan dalam proyek jalan kabupaten. Dalam organisasi proyek, tentu
aku memiliki pula beberapa atasan hingga pimpinan tertinggi kepala dinas. Tidak
jauh berbeda, dalam jenjang struktural aku juga mengalami pola sama yang ber-urut
dari kepala dinas hingga aku yang masih calon pegawai negeri sipil (CPNS atau
80%), pada 1990. Aku intens berdiskusi tentang hal ini dengan seniorku, Ir
Zubir Sahimy, BmUE, sejak tahun 2000-an.
Banyak informasi darinya yang dapat dijadikan pencerahan dan pengubah pola
pikir dalam bekerja. Selain banyak
jabatan yang pernah di-embannya, sosok Bang Zubir tidak pernah aku dengar
memojokkan sosok tertentu dalam mengulas kekeliruan persoalan. Dia selalu
memberi sharing terhadap upaya membangun kompetensi rekan-rekan yang berposisi
pengambil keputusan atau kebijakan.
Dari
hasil diskusi dan pengamatanku sejak kurun waktu 2002 hingga 2012,
setidak-tidaknya terdapat 4 mindset
pemangku jabatan fungsional dan struktural, mulai kepala dinas, kepala bidang
dan kepala seksi, atau sebutan lain untuk tingkatan jabatan yang biasa
dinyatakan dalam eselonering. Jumlah mindset
ini bisa saja lebih dan sangat tergantung kepada kondisi atau suasana
manajemen kepegawaian di daerah tertentu. Empat mindset tersebut, yakni :
Pertama, mindset Penikmat, yakni pemangku
jabatan yang selalu menikmati fasilitas jabatan tanpa harus bersusah payah memikirkan
tanggung-jawab atas kewajiban dari jabatan itu. Biasanya, para penikmat jabatan
selalu sensitif terhadap isu mutasi dalam sistem organisasi jabatan struktural
di lingkungannya.
Kedua,
mindset Pegengsi. Mindset pemangku
jabatan seperti ini selalu berupaya agar tetap berada dalam posisi menjabat. Orang
serupa ini biasanya bekerja tanpa berani membuat keputusan selain menunggu
petunjuk dan arahan atasan. Karena dia khawatir salah, dan jika salah berisiko
rentan kehilangan jabatan. Jabatan baginya sebuah prestise yang harus didapat
dengan berbagai cara. Orang ini tak sungkan mempertahankan atau meminta jabatan
dengan mencari dukungan dari banyak tokoh, saudara, atau kerabat lainnya. Dia
juga mampu membungkus dirinya dengan ragam pencitraan semu.
Ketiga, mindset Pelayan. Atasan yang kutemui
ini cukup menyadari bahwa dirinya pelayan publik yang pelaksanaannya sudah
diatur dengan undang-undang atau peraturan. Dia menjalankan tugas cukup
disiplin, tidak lebih dan tidak kurang. Idealisme selaku pelayan cukup
menjadikannnya sosok ini tanpa iming-iming atau ada yang mengistilahkan tanpa
neko-neko untuk menuntaskan berbagai pekerjaan pelayanan.
Ke-empat,
mindset Petarung. Pejabat ini
mengejar masalah terkait tugasnya hingga tuntas tanpa peduli batasan telah
melampaui waktu kerja. Target yang harus dicapai oleh petarung yakni tuntas
masalah secepat mungkin, bila perlu diperoleh nilai tambah lainnya. Ciri
pejabat seperti ini, dalam diskusi selalu mengungkap rencana tindak beserta
alternatifnya. Di samping itu, maindset pemangku jabatan publik sebagai
petarung ini kerap melakukan analisa penyelesaian masalah publik melalui
pendekatan inventarisir masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar