Pendidik Sudibyo Oenoes
Ir Soedibyo Oenoes, Dipl HE |
Pada tahun 1983, pernah dilakukan sosialisasi dan
seminar penggunaan persamaan pangkat tiga di Fakultas Teknik Unsyiah. Dikembangkan
oleh Ir Soedibyo Oenoes, Dipl HE, yang tujuan dari persamaan ini adalah
mendapatkan akar persamaan pangkat 3, untuk diaplikasikan dalam enginering yang
terkait dengan persamaan pangkat 3. Aplikasi persamaan ini masih diterapkan
oleh Ir Maimun Rizalihadi, MSc untuk pelajaran hidrolika. Tingkat ketelitiannya,
menurut Maimun Rizalihadi yakni 10-9.
Pak Dib, panggilan akrab dari Ir Soedibyo Oenoes,
Dipl HE, merupakan dosen senior Fakultas Teknik yang berasal dari Universitas
Gajah Mada. Dia merupakan sosok kukagumi karena kuat memiliki komitmen
idealisme terhadap ke-ilmuan dan moral ke-insinyuran. Meskipun aku berkali mengambil satu mata
kuliah padanya yakni bangunan air dan tidak mendapat nilai yang baik namun aku
tetap mengidolakannya. Ada satu ungkapan darinya, tatkala mendengar beria
tentang beberapa insinyur tersangkut masalah kasus inefisiensi konstruksi dan
diperiksa,“mestinya kita bekali juga para
lulusan dengan pendidikan moral,” katanya suatu ketika yang aku dengar
melalui Bang Edt (Ir nazaruddin) di tahun 1986. Ungkapan itu mengiang hingga
hari ini di telingaku dan terosesi untuk kuteruskan kepada mahasiswaku baik
waktu aku mengajar di UNIMAL pada 1993, maupun pada saat aku mengajar di UNIMUS
sejak 1994.
Pada tahun 1980, Pak Dib mejabat Pembantu Dekan I,
Bidang Akademik di Fakultas Teknik Unsyiah. Beliau pergi ke kampus dengan
mengedarai sepeda motor bermerek Vespa, mungkin keluaran tahun 1960-an. Aku
pernah bekerja sama dengan Pak Dib pada tahun 1990 hingga 1991 pada program
IKIDP (Integrated Kabupaten Infrastructure Development Program) di Lhokseumawe.
Ketika itu sebagai counterpart dari Dinas PU Aceh Utara yang sering ditanyakan
tentang ketersediaan tenaga ahli pengairan di Unsyiah oleh Pak Dang Uro Winara,
perwakilan Hasfarm Dian Konsultan yang bekerjasama dengan DHV Consultant dari
Belanda. Tanpa berfikir panjang aku dan tim berangkat ke Banda Aceh menjumpai
Pak Bukhari, dekan Fakultas Teknik Unsyiah kala itu. Lantas kami bersama
menjemput Pak Dib dan membawanya ke Lhokseumawe. Waktu itu kondisi Pak Dib juga
sudah sakit-sakitan, namun semangatnya tetap kuat apalagi tatakala kami
mengajaknya berdiskusi tentang keteknik-sipilan. Suatu hal yang menarik
perhatian kami sewaktu ke lapangan, Pak Dib pernah memakai sepatu pada sebelah
kakinya karena pada kaki yang memakai sandal lagi bengkak. Aku menilai, Pak Dib
merupakan sosok penganut disiplin yang luar biasa. Pernah pula salah satu dari
rekan kami yang hendak bergurau dengannya seraya berujar,”saya mau jadi Walikota Lhokseumawe Pak,” kata rekan itu dengan
harapan mendapat respon terkejut dari Pak Dib. Namun, ungkapan itu dijawab
ringan oleh Pak Dib,”silahkan kalau
mampu,” kami yang menyaksikan adegan itu senyum-senyum sesama. Kawan tadi
terdiam beberapa saat, seakan kehabisan argumen untuk melanjutkan lelucon yang
kurang menarik bagi Pak Dib. Setelah beberapa bulan bertugas di Lhokseumawe,
Pak Dib mulai sakit dan tidak mungkin berkendaraan jauh. Posisi pekerjaan Pak
Dib digantikan oleh Ir Dirwan, SU. Semoga pengabdian Pak Dib dalam membangun
dunia ke-insinyuran di Aceh menjadi amalan yang berkelanjutan dari Allah Yang
Maha Pemurah.
Siapa pernah menduga beliau adalah seorang Pendekar Pencak Silat yang Mumpuni..; beliau adalah Tokoh di perguruan Perpi Harimurti, yang notabene adalah salah 1 perguruan Pendiri PB IPSI.
BalasHapusDalam bidang kependekaran pencak silat ini, ilmu nya begitu 'rapi tersembunyi', sayangnya baru terdeteksi begitu beliau telah tiada :(
Siapa pernah menduga beliau adalah seorang Pendekar Pencak Silat yang Mumpuni..; beliau adalah Tokoh di perguruan Perpi Harimurti, yang notabene adalah salah 1 perguruan Pendiri PB IPSI.
BalasHapusDalam bidang kependekaran pencak silat ini, ilmu nya begitu 'rapi tersembunyi', sayangnya baru terdeteksi begitu beliau telah tiada :(