Kekuatan Desain Kawasan
Pusat Pemerintahan Malaysia, Putrajaya, 2013 |
Imlek atau populernya tahun baru Cina jatuh pada 10
Pebruari 2013. Kebetulan aku, Hamdan Sati serta beberapa kawan lain berkunjung
ke Kuala Lumpur untuk suatu hal. Malam tanggal sembilan, jelang tahun baru itu
Kota Kuala Lumpur meriah dengan dentuman mercon dan kembang api, bercampur deru
kendaraan dan klakson mobil. Jalan-jalan pada umumnya macet disesaki banyak
orang dan kendaraan. Pagi keesokan harinya, di pintu masuk hotel JW Marriot,
tempat kami bermalam, beberapa group kesenian bermain cap go meh. Pintu masuk dikawal penjaga yang mengarahkan penonton
agar tak menghalangi penginap. Hari ini,
Darma diperintah Hamdan untuk membawa kami ke Putrajaya, kota pusat
pemerintahan baru yang dirancang Perdana Mentri Mahathir Muhammad di masa
kepemimpinannya. Menuju ke kawasan itu, membutuhkan waktu sekira satu jam. Aku
pernah mendengar tentang rancang bangun kawasan ini di akhir tahun 1999, namun
belum menarik perhatianku karena bukanlah hal yang luar biasa tentang
pembangunan kawasan baru.
Mesjid Putra Al Haj, 2013 |
Setelah dahaga menerpa luar biasa, dalam terik yang
luar biasa pula, kami tiba di tempat yang memang megah itu. Karena jelang
Zhuhur, kami memilih minum di cafe pinggir danau yang berdekatan dengan sebuah
mesjid megah berwarna merah jambu. Berbagai fasilitas publik di situ cukup
manusiawi dalam artian mampu menyahuti kebutuhan kenyamanan publik. Perasaanku
mulai menggiring pikiran terhadap yang kusaksikan. Banyak bus dan kendaraan
pribadi mengantarkan pengunjung non-Muslim yang parkir di plaza terbuka seluas
kurang lebih 6 hektar itu. Di bukit bagian utara bertengger kantor megah
berkubah, tempat Perdana Menteri bekerja. Sementara, di sebelah baratnya
berdiri mesjid merah jambu yang sarat dengan ornamen arabis. Selaku Muslim yang
hendak shalat di mesjid itu, tentu aku ingin tahu tentang tujuan pelancong ke
tempat itu yang tidak lazim terjadi di kampungku. Aku medekati rak buku dan
booklet yang ada di pintu mesjid seraya memberi senyum kepada petugas di situ.
Pengunjung Mesjid Putra Al Haj, 2013 |
Aku membaca buku bahasa Inggris yang bertumpuk di
atas meja. “Buku ini dibuat untuk
memperkenalkan Islam dengan format pertanyaan dan jawaban mudah dipahami dalam
percakapan bagi orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda,” ungkap
pengantar Syed R Ali, penulis buku itu. Aku bertanya kepada Rafiul, jakim atau
pengawal Mesjid Putra al Haj tentang kondisi yang kulihat. “Para pelancong rata-rata berjumlah 4.000 orang setiap hari,” katanya,
seraya menjelaskan umumnya para pelancong itu datang dari Cina dan India. “Paling banyak Cina,” lanjutnya lagi.
Mesjid berkapasitas 15 ribu jama’ah itu dibangun pada 1997, selesai pada 1999
dan diresmikan oleh Mahathir Muhammad pada tahun 2000. Para pengunjung wanita
non-Muslim diperkenankan masuk ke dalam mesjid itu, namun diberi pakaian
Muslimah seragam berwarna merah muda. Mereka menikmati suasana mesjid
berdesakan sambil berfoto di dalam ruangan yang dibatasi oleh pita batas.
Aku berkesimpulan sementara, bahwa mesjid itu mampu
menarik perhatian masyarakat non-Muslim dunia, tidak terkecuali pada hari raya
mereka sekalipun. Hal ini semakin memperkuat keyakinanku, bahwa kehandalan
sebuah konsep manusiawi yang tertuang dalam komitmen desain akan mampu menggalang
perhatian yang pada gilirannya mendongkrak ekonomi kawasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar