Minggu, 28 Juli 2013

AMBISIUS DALAM KESANTUNAN

Ambisius Dalam Kesantunan
 
Razuardi Ibrahim, Davao 2010

Aku pernah memiliki beberapa bawahan setingkat asisten pemimpin proyek tatkala aku menjabat sebagai pemimpin proyek peningkatan jalan kabupaten pada 1994 hingga 1998. Jumlah mereka enam orang yang membidangi tugas masing-masing dari asisten perencanaan hingga pelaksanaan. Dua dari mereka sering diperbincangkan beberapa rekan lain tentang karakter masing-masing yang kurang bertanggung-jawab kepada pergaulan tim dan rada tertutup. Dari dua orang bawahan ini, satu mencapai pimpinan puncak sementara yang satu hanya di lapisan ke dua, setingkat kepala bidang. Sejak pertama kali bertemu dengan mereka pernah tersirat bahwa dua sosok ini kurang memiliki kesetiaan kelompok. Alasan pada saat pertama ketemu, mereka suka bercerita tentang kehandalan mereka dan hubungan mereka dengan beberapa elite, sebagai upaya pencitraan diri. Ditambah lagi mereka suka membisikkan informasi baru yang diperolehnya dari pihak lain. Mereka juga gemar memakai pakaian yang mampu memposisikan dirinya jaim (jaga imej). Kepribadian serupa ini tidak luar biasa tetapi kurang berkenan dengan sistem pergaulan sekarang. Perjalanan sikap mereka aku cermati meskipun tanpa kritisi. Hingga suatu ketika aku dan kedua mereka tidak lagi bersama dalam satu tim atau satu kantor, aku mencoba membangun koordinasi sebagaimana biasa. Tetapi aku temukan karakter mereka yang sesungguhnya. Sosok pertama berusaha membatalkan proyek peningkatan jalan di Bireuen, kabupaten pemekaran dari kabupaten induk. Peluang pembatalan itu cukup besar karena alasan yang digaungkan, yakni “kabupaten baru belum memiliki registrasi dan oleh karenanya peruntukan biaya peningkatan jalan ditentukan kabupaten induk, Aceh Utara”. Sosok kedua juga terkait kisah pembuktian dirinya dalam ketidak-sengajaan.  Pada suatu ketika, aku duduk bersama kontraktor senior di Bireuen. Kontraktor ini meminta tolong aku menelpon sosok mantan bawahanku tadi untuk pendekatan mendapatkan pekerjaan. Padahal sejak awal aku tidak mau karena terkait dugaanku, sementara kontraktor tadi juga merupakan teman akrab dari sosok itu. “Biar tambah yakin dia pak,” kata kontraktor tersebut mengomentari sosok mantan bawahanku di lain kabupaten. Namun sudah dua kali teleponku berdering tidak disambut. Aku berkomentar kepada kontraktor itu, “tidak diangkat, takut saya minta bantuan dana,” kataku. Kontraktor tadi berusaha menetralisir, “mungkin sibuk pak,” katanya sambil menghubunginya. Tiada butuh waktu lama, telepon itu dijawab dengan dialog ringan. Akhirnya aku menyimpulkan karakter kedua orang ini ambisius yang terbungkus kesantunan. Bagi yang tidak jeli, sulit menebak karakter orang-orang seperti ini. Secara pribadi bawahan seperti ini tidak berpersoalan dalam kerja, namun kehati-hatian yang perlu dicermati yakni kebiasaannya menjalin hubungan melalui ragam info, yang bisa saja merugikan produk kerja tim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar