Minggu, 28 Juli 2013

KONSEP KE-PEDE-AN

Razuardi Ibrahim
2009
Aku mengajar di Fakultas Teknik Al Muslim, Bireuen. Sebelumnya, aku juga mengajar di Fakultas Teknik Unimal, Lhokseumawe, ketika universitas itu masih swasta. Dalam setiap perkuliahan di dua universitas tersebut, aku lazim memulai dengan ungkapan apresiasi tentang ke-bersediaan para mahasiswa belajar di jurusan teknik sipil. Dalam setiap tatap muka, aku merasa kasihan kepada mereka, khususnya tentang masa depan mereka yang tidak berani aku berikan argumentasi, jika ada yang bertanya. Untuk mengalihkan perhatian terhadap jaminan masa depan lapangan kerja mereka, sering aku kaitkan kondisi persaingan keahlian berkolaborasi dengan moral yang lebih diutamakan. "Kalian semua adalah harapan saya dan ahli teknik lain dalam meneruskan keberlangsungan teknik sipil di Aceh, di Indonesia bahkan dunia," kataku penuh harap, "artinya, kalian masa depan saya". Anak didikku juga lumayan jumlahnya, sesuai dengan masa mengajarku, 2003. Konsekwensi dari pernyataanku tersebut, aku harus mampu membangun konsep dalam setiap mata kuliah yang aku berikan. "Rumus adalah alat penyelesaian konsep itu," kataku berulang. Di samping itu, aku juga harus juga membangun rasa percaya diri anak didik (ke-pede-an). Suatu kali, seingatku di tahun 2006, aku ditelepon seorang mantan mahasiswa Fakultas Teknik Unimal yang pernah aku bimbing tugas akhirnya, untuk mengajak makan siang setelah ianya mendapatkan gaji pertamanya. Memang aku tidak bisa ikut bersama dengan mahasiswa yang nyaris terlunta akibat tidak ada dosen bersedia membimbingnya kala itu. Meskipun demikian, aku merasa senang dan puas sekali. Sejak itu aku berkesimpulan, tiada kebodohan dalam IQ normal melainkan pemahaman konsep yang belum tertanam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar