Minggu, 21 Juli 2013

PANTUN TEATERIKAL

Pantun Teaterikal


Pengaruh sastra Melayu merambah segenap pelosok yang menggunakan Bahasa Melayu. Dialeknya pun beragam tidak terikat dengan aksen Indonesia atau Malaysia. Dikisahkan dalam sebuah karya sastra, sepasang insan berkasih-kasihan jarak jauh. Pasangan yang diramal berasal dari negeri jiran ini mengungkap dalam bahasa santun lewat alat komunikasi mutakhir masa itu. Hati mereka memang sudah terpaut sejak bertatap dalam aktivitas sama walau status beda. Dalam Hikayat Raje Nge Desaye,1907 M, yang tidak jelas arti dan pengarangnya itu, kisah asmara diutarakan melalui pantun dialog berbahasa Melayu yang tata bahasanya di luar kebiasaan aturan. Memang pada masa sastrawan Melayu berkembang, sekitar abad ke-17, banyak cerita roman yang ditulis dalam bentuk pantun. Tradisi ini berkembang hingga ber-abad kemudian dan para sastrawan muda di abad ke-19 masih lazim menggunakan penulisan gaya ini. Dari judul hikayat yang asing di telinga,  boleh jadi hikayat ini berasal dari kawasan Nepal yang berbahasa Melayu.

Kaseh Awal Pulau Dewata

Menyata kaseh dari kedua insan dalam satu malam, dalam perjalanan pulang  dan penantian di kampong. Pasangan kasmaran berdialog selama perjalanan pulang jelita itu dari Pulau Dewata tempat berhimpun para sastrawan, Bali, untuk satu lawatan. Keduanya tiada lelah dalam menggapai ungkapan kaseh yang dinanti. Suatu kejujuran yang laher dari benih-benih cinta yang belum selesai di benak masing-masing. Setelah mengata dan menerima, puaslah mereka. Suasana ini diungkap dalam sastra pantun.

Dialog I



Harap cemas terasa di hati
Menanti putri di tengah malam
Lima hari bulan  bersendiri
Betapa rindu cukup memendam

Aku senang terima berita
Walau hati bertanya selalu
Apakah ini bermakna cinta
Entahlah apa nak boleh tahu

Aku jugalah tak paham amat
Ingat putri di pulau dewata
Serasa hati tersengat-sengat
Bolehlah kita kaseh berdua

Di kereta ni aku tak tidur
Lagi kah kata kaseh terucap
Tidakpun mimpi di atas kasur
Hamba terima kaseh nan sedap

Terima kasih putri jelita
Hamba tak sangka cinta berbalas
Tak lah bersoal beda usia
Nantikan hamba sama lah ikhlas

Telantun lah sebuah nyanyian
Kuingat malam selalu panjang
Di waktu aku rindukan tuan
Hingga lah hamba terkenang-kenang



Dialog II



Masa berbunga tidak terhingga
Saling cerita berdebar hati
Sambutan putri tak hamba sangka
Untuk bersua di esok hari

Aku tak lah tidur semalaman
Tak sadar jawab kaseh kusambut
Bila cinta tuan bak sinaran
Tanpalah duga hati berpaut

Putri jelita tambatan hati
Masih belia memendam cinta
Aku lelaki yang termiliki
Harap tersimpan di dalam dada

Walau lah hati telah bersatu
Pagi melamun percaya tidak
Kadang termenung menahan rindu
Mengapa cinta kita mendadak

Ah putri jangan ucap begitu
Sejak hamba tatap hati resah
Karena cantik sangatlah padu
Inginkan putri bisik mendesah

Bukan lah hamba nak bantah tuan
Tak lazim berdua kita lagi
Kerana telah ada pasangan
Menyesal hamba bersua kini

Wahai putri hamba taklah tahan
Sekejab bergegas esuk hari
Bolehkah putri hamba bawakan
Ucapkan luntung dan nasi guri

Janganlah tuan hamba sibokkan
Bolehlah esuk hamba menunggu
Nasi lah guri hamba rindukan
Di pagi hari sambil menyapu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar