Senin, 28 Januari 2013

ARSIREKTUR ACEH


Pencirian Arsitektur Aceh Pada Bangunan

Trent bangunan bercirikan Aceh sudah dimulai sejaktahun 1970-an. Salah seorang pelopor konsep pengakomodiran nilai-nilai bangunan tradisional Aceh ke dalam bangunan perkantoran pemerintah adalah Wim Sutrisno.  Aku berinteraksi langsung maupun tidak dengan Pak Wim, panggilan akrab Wim Sutrisno, pada tahun 1980-an. Waktu itu kami sama-sama di kepanitiaan pembangunan Mesjid Baitul Makmur Lamprit. Aku masih terlalu junior dibanding panitia lain, namun karena aku kuliah di Fakultas Teknik Sipil, aku bersama rekanku Marnodastrinto dilibatkan untuk urusan bangunan ini.  Kebetulan pula kami sama berdomisili di Kelurahan Bandar Baru, Banda Aceh.

Kantor Bupati Aceh Utara, Konsep arsitektur Aceh
Kebijakan Bupati karimuddin Hasybullah, 1994
Aku lihat Pak Wim merupakan sosok seniman arsitektur yang idealis. Dialah yang pertama medesain bangunan pemerintah harus berlanggam ke-Acehan, yakni Gedung DPRA di Banda Aceh. Sejak itu mulai banyak bangunan kantor di Aceh yang didesain para arsitek junior bercirikan tradisi Aceh.  Banyak pula Pak Wim mendidik putra-putra Aceh dalam mengembangkan diri sebagai konsultan bangunan gedung.

Ada benarnya suatu ulasan bahwa di dalam homogenitas budaya masyarakat Aceh, berkembang heterogenitas dalam mengungkap pencirian ke-Acehan itu sendiri. “Selain itu, homogenitas Aceh, seperti juga homogenitas suku lainnya di Indonesia, tak mungkin bisa dipertahankan terus. Sebab, mobilitas penduduk semakin tinggi di zaman modern. Ambillah contoh Wim Sutrisno, arsitek yang masuk ke Banda Aceh pada Desember 1968,” tulis Zakaria M Passe, jurnalis Tempo pada 18 April 1987.

Sewaktu gubernur Aceh dijabat Ibrahim Hasan, 1983, konsep ini diperkuat dan dimasukkan ke dalam aturan meskipun tidak setingkat peraturan daerah.  Trent ini menggejala hingga sekarang meskipun konsep mimimalis dan Arabis lebih diminati berbagai kalangan di Aceh. Tidak mengherankan, pada masa rekonstruksi Aceh bangunan kantor pemerintah mulai bergeser dari bentuk pencirian Aceh ke selera minimalis, seperi Kantor Walikota Banda Aceh. Ada juga yang han menyentuh sisi ke-Acehan pada bangunan pemerintah dari beberapa elemen saja seperti melengkapi bentuk kemiringan atap, melengkapi bangunan dengan tombak layar, atau menambah motif ukiran Aceh di pintu dan jendela.  

2 komentar:

  1. Assalamualaikum, Bang.
    Tidak sengaja ketemu blog ini, ketika saya sedang browsing ttg bangunan-bangunan yang didesigned oleh almarhum.

    Saya salah satu putri beliau. Senang mendengar kisah beliau dari kacamata orang yang pernah bersinggungan dengannya semasa beliau hidup, terutama melalui karya-karyanya, di luar anggota keluarga. Salam kenal.

    BalasHapus