Rabu, 30 Januari 2013

EKONOMI LHOKSEUMAWE


Lhokseumawe Yang Menjanjikan

Lhokseumawe, 221013
Sekira tahun 1990 hingga 1994, lima proyek vital, Mobil Oil, PT Arun, PT PIM, PT AAF, dan PT KKA, di Aceh menunjukkan kegemilangnnya. Tepatnya di Kabupaten Aceh Utara yang beribukota-kan Lhokseumawe. Di tahun-tahun itu produksi lima pabrik berskala nasional di sana menunjukkan angka produksi yang meningkat. Di mana-mana terlihat bus angkutan karyawan berseliweran di jalan dari  Bireuen  hingga Lhoksukon. Aktivitas kendaraan itu antara lain menjemput karyawan dan mengantar para ibu-ibu berbelanja.  Wajah-wajah ceria menghiasi pusat-pusat perbelanjaan, seakan mampu menurunkan temperatur kota yang tinggi, setiap jelang akhir bulan. Peredaran uang di kawasan pesisir utara Aceh kala itu cukup besar. Lhokseumawe dan sekitarnya yang menyandang gelar kota petrodollar, mampu menarik perhatian para pencari kerja di seluruh Aceh bahkan Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat dunia lebih mengenal Lhokseumawe ketimbang Banda Aceh yang hanya berperan sebagai ibukota propinsi. Tidak pula mengherankan, Kabupaten Aceh Utara memiliki jumlah penduduk sepertiga penduduk Aceh waktu itu.

Setiap malam tahun baru di era itu, hiburan rakyat yang dibiayai lima proyek vital tersebut menyeluruh di seantero Kota Lhokseumawe. Artis-artis ibukota pun seakan bergiliran untuk hadir di kawasan Zona Industri Lhokseumawe (ZILS). Seingat aku, pimpinan PT Asean Aceh Fertilizer, Rahman Subandi, PT Arun, Wicaksono, dan PT PIM, Djarot, cukup bersahaja dalam mengokomodir hak-hak karyawan dan masyrakat di seputar pabrik masing-masing. Nama-nama mereka cukup dikenal di kawasan Lhokseumawe ketika itu.

Gerakan awal dari booming uang di Lhokseumawe yakni pada 1975-an, di saat Bechtle dan Mobil Oil membangun kilang gas raksasa di sana. Berikut dengan kilang-kilang yang lain, dua pabrik pupuk dan kertas. Peredaran uang di kawasan ini dapat diperhitungkan, berdasarkan jumlah karyawan serta besaran gaji mereka.

Pada tahun 1990 aku baru diangkat sebagai pegawai negeri. Aku waktu itu hanya sebatas staf pada Dinas Pekerjaan Umum Aceh Utara yang selalu diikutsertakan dalam seminar Aceh Pasca Gas di Bappeda Aceh Utara. Dalam seminar bergengsi yang kerap dihadiri para pakar dari Jakarta dan Banda Aceh kala itu banyak hal yang membanggakan bagi kita selaku generasi muda. 

Jamaluddin Harun alias Jimmi, kelahiran 4 Agustus 1945, terakhir pensiunan PT AAF berujar bahwa enak hidup dulu dari pada sekarang. Masa sebelumnya, ekonomi pesisir utara digerakkan oleh aktivitas ekspor import dari pelabuhan umum Kota Lhokseumawe. Memudarnya aktivitas pelabuhan Lhokseumawe tahun 1970-an seiring bangkitnya proyek vital Lhokseumawe. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar