Jumat, 25 Januari 2013

SERI FAKULTAS TEKNIK-10


Bergerombol Ke Geoteknik

Identitasku di Lab Mektan, 1987
Jelang  akhir  memenuhi materi kuliah di jurusan teknik sipil,  banyak mahasiswa rada bingung mengusulkan judul tugas akhir (TGA), skripsi pada fakultas lain. Karena persyaratan objek penulisan dari proyek bidang-bidang tertentu relatif sulit, seperti perencanaan gedung harus dengan jumlah lantai tertentu, untuk jembatan harus dengan bentang tertentu, jalan juga begitu dan irigasi apalagi. Waktu itu proyek-proyek berskala besar relatif jarang di Aceh, kalaupun ada relatif jauh ke pedalaman sehingga butuh banyak dana untuk itu. Namun berbagai kesulitan mahasiswa dipahami oleh para dosen senior yang memang mengharapkan adanya peningkatan jumlah lulusan.
Identitas Maimun Bewok yang disandra Bang Saleh
akibat ke-usilan kami, 1987
 Pada smester genab 1984, Pak Ali Ismail membuka bidang studi baru, yakni Geoteknik untuk melengkapi empat bidang terdahulu, Bidang Struktur, Hidroteknik, Transportasi dan Pengelolaan. Kehadiran Bidang Geoteknik yang meliputi perencanaan terkait tanah seperti pondasi, tanggul, bendung dan penelitian, tentu membutuhkan tambahan materi bagi mahasiswa yang berminat. Materi tambahan yang diasuh Pak Ali Ismail dan Pak Buchari yaitu Mekanika Tanah-3 dengan 3 SKS. Dengan kesabaran yang luar biasa kedua dosen senior ini bersedia mengasuh mahasiswa sembari membimbing tugas akhir.  Banyak juga peserta yang beralih ke bidang baru ini, mengingat objek penulisan TGA yang semakin terbatas.

Razuardi Ibrahim saat
menemui Maimun untuk
berkisah tentang
Lab Mektan 22101012 
Angkatan pertama yang melamar ke bidang studi ini antara lain, Ir Yuhanis, Ir Banta Chairullah, M Eng, Ir Ruslan Abdul Gani, M Sc, Ir Bustami AB dan Ir Husaini Muin. Berikutnya, muncul peminat baru untuk bidang ini dalam jumlah yang lebih banyak. Di smester genap tahun 1996, datang gerombolan aku dan kawan-kawan memenuhi ruang Pak Ali di Laboratorium Mektan. Gerombolan kami, angkatan ke-4 bidang Geoteknik,  terdiri dari aku sendiri (Razuardi), Rachmatsyah Nusfi, Maimun Js, Ruzuardi (Ibenk), Alif Adil, Syamsir Alam, Maimun Umar, Marwan, dan Rizal.
Maimun Bewok saat bercerita
ulang tentang Bang Saleh,
di Lhokseumawe 22102012
Gerombolan kami cukup mewarnai suasana penelitian, yang dipimpin oleh Maimun Js. Aku harus tunduk atas aturannya karena selain senior dia juga bertampang sangar dengan berewok memenuhi wajah. Meskipun demikian, dia tidak serta merta dapat mengacaukan suasana laboratorium tanpa aku. Petugas sering marah kepada aku dan Maimun, namun kesalahan itu mampu dilimpahkannya ke kawan lain. Bang Saleh, petugas kebersihan laboratorium Mektan setiap saat siap “menghajar” dengan sapu tatkala kami memasukkan sepatu berlumpur ke tempat itu. Namun, aku dan Maimun selalu merayunya dengan janji-janji masa depan menyenangkan. “Kalau kami sudah insinyur, pokoknya Bang Saleh tenang aja,”  ungkap kami disambut senyum pria pengisap rokok daun nipah ini. Kami sering minta tolong Bang Saleh untuk amankan benda uji milik kami, “kalau ada yang ganggu sampel kami, Bang Saleh gebuk aja pake sapu,”  kata Maimun Bewok. “Pokoknya Bang Saleh kami anggap preman kami,” kataku. “Tapi jangan kalian lapor Pak Ali,” pinta Bang Saleh. “O, jelas mana boleh ada yang tau,” sambutku. “Jangan-jangan Bang Saleh yang lapor Pak Ali bahwa Bang Saleh sudah jadi premean,” cetus Bewok. “O, jangan gitu kau Mun, “  kata Bang Saleh sambil mengangkat gagang sapu ijuk ke atas punggung Bewok. “Eps, ha kan baru ada jabatan udah beraksi,“ kata Maimun. “Kita angkat preman lain aja Mun, Bang Nu kan ada, payah kali sikit-sikit marah preman kita ini, “ kataku sambil melerai. “Bukan gitu, kalian jangan pancing-pancing emosi aku,” ungkap Bang saleh membela diri. Beberapa menit dari insiden itu, kami bertiga rehat di bawah batang asam depan laboratorium sambil melanjutkan cerita indah kami. “Mun, kalau kita udah insinyur, waktu Bang Saleh sakit kita rawat dimana ya?,” tanyaku disambut senyum Bang Saleh. “O, kalau aku sek, kita bawa ke rumah sakit Pertamina aja,” jawab Maimun. Pria yang jadi objek berita kami sesekali nyeletuk dengan suara parau dan sengau, namun kami tidak merespon apa yang dia sampaikan. Jelang pukul sebelas siang tatkala kami mulai kepingin kopi, Maimun nyeletuk, “ngapain tunggu Bang Saleh sakit Sek, kita ketok aja kepalanya, udah itu kita antar ke rumah sakit Pertamina.” “Iya juga Mun, cepat kita lepas utang kan,” sambungku. Orang bertubuh pendek rada tambun ini terdiam sebentar sambil mencermati dialog terakhir dari kami. “Kurang ajar, sekarang aja ketok, biar kugebuk kalian pakai sapu ini,” responnya cepat sambil berdiri. “Tenang bang, itu kan misalnya,” kata kami berdua sambil bangkit menuju kantin fakultas. Bang Saleh menatap kami lama, hingga tidak kelihatan lagi.  Keesokan harinya, Bang Saleh melapor bahwa dia sudah menyandera identitas kami untuk dilaporkan ke Pak Ali. Waktu itu kami diam aja dengan wajah memelas, agar dia melunak sambil menyatakan, “abang tetap preman kami ya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar