Selasa, 15 Januari 2013

MENENTUKAN PEJABAT


Menetapkan Pejabat Struktural

Razuardi Ibrahim bersama CPNS Bireuen, 2010

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian, pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu  jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pointer yang lain dijelaskan bahwa Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan.

Di Harian Serambi Indonesia, tanggal 16 Januari 2013, Sekda Aceh T Setia Budi mengingatkan, “PNS di jajaran Pemerintah Aceh diimbau tidak terpancing dengan isu mutasi, apalagi terprovokasi dengan bujuk rayu sekelompok orang yang menyatakan bisa mengurus untuk menjadi pejabat eselon II, III, dan IV, sehingga harus mengeluarkan dana yang besar untuk kompensasi pengurusan tersebut,” ujar Sekda Aceh, mengingatkan. Di samping itu menurut Nasrullah Ka BKPP Aceh, ada penelepon yang mengatakan kepadanya bahwa gubernur akan melantik pejabat eselon II pada hari Senin (14/1). Namun, faktanya tidak ada. Kemudian pada hari Selasa (15/1 2013), masuk lagi telepon yang meminta konfirmasi kepadanya apakah benar pelantikan pejabat eselon II ditunda sampai Kamis (17/1 2013) setelah gubernur pulang dari Jakarta. Berita ini mengindikasikan ada persoalan dalam mutasi pejabat struktural di jajaran Pemerintah Daerah.

Di masa aturan penempatan pejabat yang sering dikabarkan  tidak mengacu pada ketentuan maka perlu keterampilan pengambil kebijakan untuk itu. Misalnya ada cerita tentang penempatan sosok PNS berlatar belakang guru untuk menjadi kepala bagian patology di rumah sakit tertentu. Kata kawan-kawan adalagi kemungkinan, jika seorang PNS berbasis pendidikan pengembangan Syariat Islam lantas diharapkan menjadi kepala pada bagian pemeliharaan jalan, dan lain sebagainya. Pernah aku diceritakan kisah jenaka suatu kali antara tahun 2002 hingga 2006, di suatu kabupaten tempat yang pernah aku bekerja, terjadi mutasi dan diperlukaan seorang kepala dinas pengairan. Oleh karena seorang rekanku masuk nominasi dan punya link khusus dengan petinggi daerah, dia ditempatkan di posisi itu padahal dia seorang sarjana peternakan yang bertitel insinyur juga (IR). Para pengambil kebijakan daerah beralasan bahwa, “kan sama saja insinyur itu, kan ada airnya, “ katanya menguatkan keyakinan di antara mereka bahwa di sekolah peternakan diajarkan juga pengairan untuk itik berenang.

Tidak jauh berbeda, ketika aku menjabat Kepala Bappeda Bireuen yang kedua kalinya, 2009, Bupati Nurdin mengatakan kepadaku bahwa perlu mutasi di level eselon 3 dan 4. Aku menyikapi hal ini biasa saja dan memang aku juga ingin pembenahan internal namun secara terbuka, tidak perlu ditutup-tutupi. Khawatir banyak agen yang menjual namaku untuk mendapatkan manfaat dari mutasi itu. Aku buatkan struktur organisasi Bappeda kosong untuk diisi peminat di kalangan pegawai. Aku serahkan kepada sekretaris dan para kepala bidang untuk diisi, dan nanti kutanyai para calon pejabat tersebut. Berhari aku tunggu struktur organisasi yang mereka isi dan aku tanyakan kepada mereka, “kapan selesai?.”  Mereka menjawab, “nanti siang kita duduk pak.”

Siang yang dijanjikan pun tiba, kuperhatikan struktur yang diberikan kepadaku. “Oke ?, berarti sudah sesuai dengan keinginan kepala bidang ya ?,” ungkapku menutup pertemuan. Lantas aku panggil pejabat yang diusul calon atasannya untuk aku tanyai kesediaannya serta wawasannya dalam tugas itu. Tidak lama aku proses mekanisme itu dan terakhir aku suruh mereka ceritakan masalah apa yang dominan di jabatan itu, seraya aku selingi dengan pertanyaan dari yang diceritakan. Aku berfikir logis saja, jika pejabat itu tidak tahu menjawab tentang apa yang ia ceritakan tentu tidaklah layak dia mengemban tugas di situ.    

Minimal aku telah berusaha menjalankan aturan seperti diamanatkan undang-undang di atas pada pasal 3, yakni “Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar