Rabu, 16 Januari 2013

PELUKIS MAHDI ABDULLAH



sketsa diri Mahdi Abdullah, 2007
Aku pernah bergabung dengan Mahdi di tahun 80-an. Ketika itu para pekerja seni mencari biaya hidup atau biaya sekolah di lapangan tempat penyelenggaraan pameran atau pertunjukan, khususnya pada perayaan HUT RI. Sejak dulu, Mahdi memperlihatkan kualitas luar biasa di antara para seniman. Ide berkolaborasi dengan idealisme ke-senimanan-nya menjadikan Mahdi sosok berani dalam melumurkan cat minyak di atas kanvas. Sedikit perupa Aceh yang mampu eksis dalam skala internasional seperti Mahdi. Oleh karenanya, sudah selayaknya asset ini diabadikan dalam berbagai ulasan, bahkan galeri khusus di Aceh.  Banyak pelukis junior yang mengagumi karya Mahdi, khususnya di Bireuen. Namun sulit untuk menyamai atau mengikuti jejak Mahdi yang kian meroket. Mengagumi Perempuan Selalu Ingin Berada di Antara Orang Kecil”, suatu judul berita mengisahkan sosok Mahdi. Ianya bukan hanya dikenal sebagai pelukis, lebih lagi sebagai seniman yang akrab dengan kehidupan orang-orang kecil. Tak jarang, melalui kanvas ia unkapkan kegelisahan batinnya. Dalam suatu lukisan, 5 perempuan bertubuh sintal berbalut busana daun pisang berjalan menyusuri taman. Satu di antaranya memakai topeng dengan rona wajah menantang. Sekilas, busana daun pisang berwarna cokelat dan hijau itu kelihatan amat tipis, memberi kesan vulgar dalam nuansa erotisme yang begitu terasa. Itulah salah satu dari 13 karya perupa Mahdi Abdullah yang dipamerkan di Galeri Episentrum-Uleekareng, Sabtu malam beberapa waktu silam. Mahdi tidak memberi definisi detail tentang lukisan berjudul Taman Sari (Pleasure Park) itu. "Ide itu muncul sebagai manifestasi dari lingkungan dan realitas kehidupan yang mengendap dalam pikiran dan lama-lama pengalaman itu minta dimunculkan kembali," katanya kepada berbagai media  disela-sela pameran yang dibuka Rektor IAIN Ar- Raniry, Prof Yusni Saby PhD. Perupa kelahiran 26 Juni 1960 ini seolah memberi gambaran betapa kaum perempuan kerap menjadi objek dari kebijakan pemerintah. Mereka sering "tertangkap" dalam razia. Mahdi menyimbolkan realitas itu dengan baju daun pisang yang menurutnya akan “membebaskan” wanita-wanita di Aceh dari sanksi syariat.  Ia memang hebat, jauh sekali untuk kujangkau.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar