Sabtu, 20 Oktober 2012

BIREUEN SEBELUM PEMEKARAN

-->
Bireuen Sebelum Pemekaran
Alun-alun Bireuen, 1970, dok-Pak Yanto Cot Gapu (alm)

Ulasan ini sekadar pengalaman yang kucatat dan tak layak kuhapus. Sebelum 1999, saat Kabupaten Bireuen masih merupakan Perwakilan Kabupaten Aceh Utara, kepemimpinan di Bireuen diperankan para tokoh. Meskipun informal keberadaannya  cukup diterima masyarakat. Ketokohan yang ada pada masing-masing sosok merupakan pengakuan masyarakat tanpa aturan formal. Kriterianyapun tercipta dari keinginan masyarakat yang tentunya  diharapkan mampu menyelesaikan persoalan masyarakat.

Sebagai aparatur, saya sudah ditugaskan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Aceh Utara untuk  melakukan survei dranase di perkotaan Bireuen sejak 1990. Selaku pegawai honor, hubungan kerja hanya sebatas mendapatkan informasi wilayah dari petugas lapangan PU waktu itu. Target yang saya perlukan-pun seputar merencanakan sistem drainase dan komponen penyehatan lingkungan lainnya. Dalam melakukan survei atau penusunan strategi perencanaan, tentu banyak hambatan kecil dari masyarakat seputar isu lokasi, intervensi, komplain, dan lain sebagainya. Menariknya, manakala permasalahan tertentu sampai ke tokoh tertentu, persoalan selesai dengan sendirinya tanpa harus memakan waktu lama. Saat itu saya dapat mengenal lebih jauh terhadap para tokoh yang eksis di tengah masyarakat Bireuen, khususnya di Kecamatan Jeumpa yang meliputi kawasan perkotaan.  

Keadaan ini menjadi pelajaran baru bagi saya dalam aspek pengetahuan sosial kemasyarakatan, di samping saya mendapatkan definisi baru terhadap istilah tokoh di Bireuen.  Secara ringkas saya mendifinisikan kala itu, bahwa sosok tokoh Bireuen yakni seorang yang mampu mengayomi sejumlah kelompok masyarakat tertentu tanpa mengharapkan pamrih, hanya semata-mata untuk kenyamanan masyarakatnya. Mereka yang ditokohkan kelompoknya terdiri dari beberapa orang, seperti H Asyeik Yusuf menjadi simbol keterwakilan masyarakat pekerja, H Subarni A Gani sebagai pengayom pelaku ekonomi sektor riil dan aktivitas sosial, Mukhtar Raden sebagai elite politik, Safwan A Razak, Zulkifli Puteh, Avid Daud, Keuchik Zainuddin Daud, serta beberapa nama lain yang memang layak diperkenalkan kepada generasi mendatang. Oleh karenanya, tidak mustahil tercipta struktur masyarakat yang kuat di Bireuen waktu itu. Kenyataannya, tidak terlalu sulit bagi masyarakat Bireuen untuk menggalang kebersamaan membentuk kabupaten baru, mekar dari Aceh Utara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar