Rabu, 24 Oktober 2012

MASALAH INSINYUR I

Profesionalisme Perencana

Pemikiran ini sebenarnya terlahir dari kondisi infrastruktur yang tidak lebih baik dengan semakin meningkatnya kuantitas sarjana sipil. Kegagalan konstruksi yang terjadi seakan terbiarkan tanpa pertanggungjawaban dari perencana terkait. Ada pengamai pantai yang hancur seketika tatkala di landa pasang purnama, ada jembatan rubuh ketika hendak diresmikan, ada bendungan bocor dan kering tanpa air, banyak lagi kegagalan konstruksi dari berbagai aspek perencanaan. Sebagian insinyur mengatakan biaya perencanaan tidak cukup akibat cara menghitung biaya perencanaan berdasarkan presentase biaya fisik infrastruktur. Sebenarnya, tuntutan kinerja para insinyur hanya seputar Safety, Effective, dan Efficiency.

Landasan pemikiran dari analisa standarisasi tenaga ahli infrastruktur ini adalah prinsip proporsional kebutuhan tenaga ahli berdasarkan pilihan teknologi dan tingkat kesulitan serta professionalitas tenga ahli dalam sebuah perencanaan proyek konstruksi. Sebagai ilustrasi pada sebuah perencanaan infrastruktur (konstruksi fisik) yang membutuhkan multi keahlian dan tenaga ahli karena kompleksitas pilihan teknologi yang diperlukan dalam perhitungan namun ukuran atau dimensi infrastruktur (konstruksi) yang kecil sehingga jumlah biaya konstruksi fisik menjadi kecil maka biaya perencanaan yang berdasarkan prosentase dari nilai konstruksi fisik tersebut menjadi kecil pula. Di lain kasus pada perencanaan proyek infrastruktur yang hanya membutuhkan teknologi sederhana sehingga tidak membutuhkan banyak keahlian dan tenaga ahli karena tingkat kesulitannya yang rendah namun ukuran atau dimensinya dalam skala yang besar sehingga nilai atau biaya konstruksi fisik menjadi besar sehingga nilai biaya untuk  perencanaan akan menjadi besar pula. Dari ilustrasi di atas jelas tergambar bahwa proporsional dari biaya perencanaan membuat biaya yang tidak proporsional dan juga membuat ketidakadilan dalam apresiasi tenaga ahli dan akibatnya terjadi in-efisiensi anggaran bagi negara.
Penetapan standarisasi tenaga ahli perencanaan infrastruktur merupakan suatu upaya pendekatan pengukuran terhadap besaran komponen biaya perencanaan konstruksi bidang ketekniksipilan yang didasari tingkat kesulitan konstruksi  perencanaan yang berpengaruh kepada penyerapan tenaga perencana sesuai kebutuhan serta waktu yang dbutuhkan untuk penyelesaiaannya sehingga menghasilkan nilai akuntabilitas, efisiensi, dan tranparansi pada produk perencanaan itu sendiri.
Pengaman pantai Ujong Blang hancur akibat terjangan ombak, 2003
Bahwa penentuan komponen biaya perencanaan yang didasari penetapan besaran prosentase terhadap besaran biaya fisik konstruksi cenderung memberi peluang kepada iklim kompetisi yang kurang sehat di lingkungan perencana yang pada gilirannya akan memberi peluang terciptanya kondisi destruktif dalam dunia perencanaan. 
Pengaman Pantai yang baru, Ujong Blang, 2012



Sebagaimana diketahui, bahwa perkembangan teknologi instrumen perencanaan termasuk didalamnya piranti lunak (soft-ware) untuk menganalisa, mendisain, menghitung dimensi konstruksi sipil sudah semakin canggih dan mampu menggantikan peran kuantitas tenaga perencana dalam batasan tertentu.  Dengan demikian, pengukuran terhadap kebutuhan tenaga perencana serta waktu yang diperlukan untuk pekerjaan ini dapat ditentukan. Oleh karenanya, penetapan standarisasi tenaga ahli perencanaan dirasakan sudah begitu penting, di samping akan mendorong kreatifitas individu tenaga perencanaan  alam rangka meningkatkan daya saing, juga cukup berpotensi membangun atmosfir kompetensi di lingkungan tenaga ahli perencanaan konstruksi.  Meskipun demikian, dalam rangkaian proses perencanaan masih terdapat aktivitas yang belum dapat diukur besaran kebutuhan biaya yang diperlukan yaitu penciptaan konsep. Sebenarnya dalam suatu disain, konsep inilah yang memiliki nilai jual dan daya saing, dan dengan konsep ini  pulalah semestinya transaksi produk perencanaan itu terjadwal. 
Dalam memenuhi tuntutan dan memuaskan owner tentunya konsep yang ditawarkan para perencana menjanjikan nilai-nilai kompetensi dalam batasan logis, bukan pada wacana yang tidak mungkin diterjemahkan ke dalam engineering design
Kompetensi konsultan perencana, tenaga ahli perencanaan konstruksi sesuai tuntutan pebangunan sudah semestinya tergiring ke dalam suatu penilaian penciptaan konsep dari tujuan konstruksi yang direncanakan dengan berlandaskan nilai manfaat yang didasari safety, efisiensi, dan efektivitas yang setinggi-tingginya.  Artinya semakin mampu tim perencana atau tenaga ahli perencana melahirkan konsep konstruksi yang memiliki nilai safety, efektif, dan efisiensi yang tinggi, semakin besar pula apresiasi yang layak diperolehnya dari konsep itu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar