Senin, 29 Oktober 2012

MEUGAMPONG

Meugampong
250106


Dalam pergaulan masyarakat umum atau pasaran sering didengar kalimat atau kata-kata yang mengekspresikan antipati seseorang kepada sosok lainnya.  Hujatan yang mengandung penilaian negatif terhadap sosok ini biasanya mendapat pengakuan dari  masyarakat umum sehingga mempengaruhi imej bagi komunitas tertentu terhadap sosok yang sedang dibicarakan. Predikat hujatan ini bisa saja berupa gelar negatif, profesi, sifat, bahkan sikap keseharian.

Di Aceh sering masyarakat memberi penilaian kepada para pejabat pelayanan publik seperti petugas kecamatan, petugas lapangan, dan lain sebagainya,  dengan istilah meugampong. Penilaian yang terbangun di tengah masyarakat ini menjadi populer jika direspon secara umum atau ditabalkan khusus kepada  seseorang. Sulit rasanya menghapus predikat itu dalam waktu relatif singkat, bahkan tidak terhapuskan.

Meugampong dalam strata nasional sebenarnya sering juga digunakan oleh para elit politik dengan istilah kampungan, norak atau lebih keren lagi tidak elegan. Meskipun demikian kampungan tidak berarti orang kampung atau orang desa, banyak juga orang-orang kota yang memiliki lebel ini. Begitu pula sebaliknya, banyak orang desa yang tidak kampungan, elegan dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.

Istilah meugampong pernah gencar mewabah di kalangan Sekretariat Bireuen di akhir tahun 2005. Tidak sedikit pejabat dilebelkan dengan istilah ini, khususnya di kalangan pegawai perempuan. Aku pernah terperogok dengan sekumpulan pegawai perempuan asyik terbahak saat usai pelantikan pejabat struktural. “MGPTT,” ucap seorang pegawai perempuan meperolok rekannya di dinas lain. “Ah nggak, cuma MGP,” balas yang lain.

Aku penasaran, khawatir istilah itu ditujukan kepadaku. Kudekati beberapa dari mereka meski aku tidak mengenal secara dekat, untuk berbaur seakan aku paham istilah itu. Setelah beberapa menit aku di situ, salah seorang dari mereka menterjemahkan istilah itu, “MGPTT artinya meugampong that that, MGP, cuma meugampong aja pak,” katanya melanjutkan tawa. Aku turut tertawa juga sambil coba memahami tentang respon mereka terhadap ke sosok pejabat mana istilah itu di arahkan.

Aku mencoba mencari definisi dari predikat meugampong bagi pejabat-pejabat yang baru dilantik setelah salah seorang pegawai perempuan menginformasikan siapa saja yang tergolong dalam predikat tersebut. Aku coba mengamati prilaku salah seorang pejabat yang ditunjuk pegawai tadi. Pertama kuamati pejabat itu nyinyir, suka mengomentari yang tak perlu di luar urusannya. Kedua, sok tahu tentang banyak informasi yang aku sendiri tidak yakin dia mengetahui. Ketiga, pejabat itu sok jaga wibawa sehingga membatasi sapa kepada orang-orang tertentu se-level dengannya. Selanjutnya, besok kuperhatikan lagi pejabat lain yang ditunjukkan para komunitas wanita kemarin. Pejabat yang satu ini memiliki kelainan, ku-eh, populernya sirik yang selalu sinis melihat kinerja rekannya. Ada lagi, sikap pejabat itu yang selalu mengungkap pembenaran, tendensius. Belum cukup, kudapati lagi sikapnya yang membungkus ke-aliman namun kerap memandang dengan jelalatan wanita melintas. Begitulah, kesimpulan sementara yang aku dapati dari beberapa sampel pejabat, mungkin masih ada lagi yang belum ditemukan.

Beberapa rekan mengajak melakukan survei bersama lembaga perguruan tinggi tentang Pengaruh Sikap Meugampong Terhadap Kinerja Pejabat. Namun, aku belum punya waktu untuk itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar