Rabu, 10 Oktober 2012

BERSAMA ILO


Presentasi Razuardi Ibrahim
Sejak 2009, 2010, dan 2011
Tentang Perawatan Jalan Berbasis Masyarakat Untuk Tujuan Efisiensi dan Lapangan Kerja

Presentasi Razuardi Ibrahim bersama Bas Ashmer, ILO, 2011


PENGARUH KETERLIBATAN MASYARAKAT TERHADAP  PEMELIHARAAN JALAN SECARA INSTAN DI KABUPATEN BIREUEN

Ir. Razuardi Ibrahim, MT, Kepala Bappeda Kabupaten Bireuen
                                     Abstrak
                 Kerusakan  jalan  kabupaten kerap menjadi isu kurang baik terhadap kinerja pemerintah daerah di Aceh. Sesungguhnya pembiaran terhadap perawatan rutin  jalan dengan berbagai alasan tidak dapat ditolerir, mengingat sumberdaya masyarakat cukup berpotensi mengatasi persoalan yang terkesan pengabaian kebutuhan prasarana dasar tersebut. Mencermati kondisi ini, Pemerintah Kabupaten Bireuen mencoba menawarkan konsep kolaborasi berbagai potensi, sumberdaya masyarakat setempat, peluang kerja, kepedulian, anggaran terbatas, dan manajemen swakelola, agar perawatan jalan kabupaten dapat tertangani secara instan.
Kata kunci : masyarakat, lapangan kerja, anggaran terbatas, peraturan

 I.         PENDAHULUAN 


Jalan merupakan infrastruktur dasar masyarakat paling utama dari sejumlah prasarana dasar lainnya. Selain berperan sebagai penunjang tugas distribusi barang dan jasa, tingkat pelayanan yang diberikan oleh infrastruktur ini dapat dijadikan ukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Dalam kenyataannya, pada masa beberapa tahun terakhir sulit diperoleh informasi tentang persentase kondisi jalan kabupaten, baik secara daerah maupun  nasional. Hal ini berdampak negatif terhadap penilaian kinerja pembangunan secara umum, di samping berpeluang menghambat kinerja investasi lainnya.
Isu tentang buruknya kualitas infrastruktur jalan yang dibangun pemerintah kerap memperburuk kinerja pemerintah itu sendiri. Hal ini terindikasi dari ekspose berbagai media terhadap perilaku masyarakat dalam mengungkap keadaan.
Persoalan ini terjadi hampir di seluruh kabupaten di Aceh dan masyarakat lebih memilih ungkapan protes dalam bentuk menanam pohon-pohon tertentu pada bahagian jalan rusak yang tak dapat dilalui saat musim hujan akibat genangan air.
Kerusakan jalan dapat terjadi pada sebagian atau seluruh permukaan dengan beragam ciri yang pada hakekatnya menghambat pelayanan arus pengguna lalu-lintas, bahkan relatif berpotensi menimbulkan kecelakaan. berpotensi menimbulkan kecelakaan.
Kondisi seperti uraian di atas juga terjadi di Kabupaten Bireuen yang memiliki jaringan jalan sepanjang 876.86 km. Dalam usia membangun daerah termasuk jalan kabupaten memasuki tahun ke-12, data terakhir 2010 menunjukkan bahwa sekitar 432.90 km (49.37%) jalan kabupaten di Bireuen masih dalam kondisi rusak dan rusak berat, sementara sisanya 443.96 Km (50.63%) dalam kondisi baik dan sedang. Di samping itu, alokasi anggaran penanganan jalan di Kabupaten Bireuen setiap tahunnya rata-rata mencapai 30% sehingga keadaan ini cukup mempengaruhi pembelanjaan sektor publik lainnya.
Mencermati persentase kondisi jalan serta besaran alokasi anggaran yang terserap di atas, dapat diasumsikan bahwa telah terjadi penggiliran kerusakan dari ruas-ruas jalan di Kabupaten Bireuen, akibat pembiaran kondisi tanpa pemeliharaan seketika dengan berbagai alasan. Dampak lebih jauh dari uraian kondisi tersebut, pembangunan yang dilakukan tergiring ke dalam opini inefisiensi.
Layak disinyalir oleh bebagai kalangan, telah terjadi pengabaian aturan perlindungan terhadap prasarana jalan,  atau bahkan ketidakmampuan aparatur menterjemahkan aplikasi sejumlah peraturan  perundang-undangan yang beresensi mempertahankan tingkat pelayanan jalan dalam kondisi relatif baik.
Oleh karenanya, diperlukan upaya pengelolaan jaringan jalan Kabupaten Bireuen melalui peraturan pemeliharaan rutin berbasis sumber daya masyarakat berkelanjutan yang lebih berpihak kepada penjagaan kualitas dan efisiensi. Sasaran yang diharapkan dari keterlibatan masyarakat dalam pemeliharaan jalan kabupaten ini yakni terperbaikinya kerusakan awal setiap ruas jalan di Kabupaten Bireuen secara instan.

II          PERMASALAHAN
Permasalahan mendasar dari kerusakan jalan secara umum adalah ketidak-pedulian sistem terhadap jalan-jalan tertentu yang baru ditingkatkan atau dibangun. Perbaikan baru dilakukan tatkala jalan telah mengalami rusak parah dan sulit dilalui. Seakan  kepemilikan terhadap ruas-ruas jalan dimaksud terabaikan sehingga terkesan tiada  penanggung-jawab terhadap kondisi dan keberadaannya.
Dari aspek enjinering, kerusakan besar pada jalan umumnya akibat pembiaran pekerjaan ringan, khususnya pada saat permukaan jalan mulai memperlihatkan lubang-lubang kecil atau retak-retak rambut, di samping tiada upaya penambahan material dan pemadatan pada bahu jalan yang mulai tergerus, pembiaran drainase dan gorong-gorong tidak berfungsi, serta tiada pembersihan rumput atau tumbuhan lain pada daerah milik jalan.

Jenis kerusakan seperti diceritakan di atas, tidak termasuk kerusakan akibat kegagalan pengawasan, seperti kesalahan material lapisan pondasi bawah dan atas yang memang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara enjinering. Akan tetapi dalam konteks ini jalan yang mampu dipertanggungjawabkan hanyalah jalan-jalan yang memenuhi standar perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

Dari survei lapangan secara acak di Kabupaten Bireuen, dapat diinformasikan bahwa umumnya lapis permukaan jalan terbiarkan menggelupas, sementara lapis pondasi atas dan bawah masih terlihat baik.  
 
Pembiaran yang terjadi erat kaitannya dengan sistem penganggaran pembelanjaan pembangunan daerah, yakni melalui usulan dan pembahasan tanpa memperhatikan hak-hak perawatan jalan secara rutin. Di samping itu, keterbatasan anggaran turut memperkuat alasan terhadap pemupusan prioritas penanganan perawatan jalan secara kontinyu .
Dampak lain dari minimnya dana yang tersedia, menyulitkan pemerintah dalam memporsikan hak-hak pembangunan, peningkatan, dan pemeliharaan jalan dengan baik. Oleh karena opini berkembang terhadap jalan-jalan yang baru dibangun atau ditingkatkan tidak mendapat prioritas untuk diperhatikan, upaya pemerintah kabupaten untuk mengalokasikan biaya pemeliharaan jalan secara rutin dan berkelanjutan terhambat oleh ragam kepentingan lainnya.  
Sistem pelelangan terhadap pemeliharaan rutin atau priodik jalan, juga turut andil dalam proses pembiaran kerusakan. Hal ini disebabkan proses pelelangan terikat dengan aturan penjadwalan antara satu tahap ke tahap berikutnya. Kontribusi waktu terhadap proses ini menjadikan kerusakan jalan dalam posisi menunggu yang lazimnya memperparah tingkat kerusakannya. Secara tidak langsung telah terjadi pembiaran terhadap kerusakan ringan pada jalan yang secara perlahan pula berubah menjadi kerusakan lebih besar.
Di sisi lain, potensi masyarakat yang mampu menangani pekerjaan ringan terhadap perawatan jalan belum termanfaatkan.  Pengenyampingan potensi ini sungguh tidak layak ditolerir mengingat masyarakat setempat memiliki kepentingan terhadap kondisi jalan yang selalu berkondisi baik.
Persoalan semakin tidak menguntungkan tatkala pihak pemerintah hanya mampu berbuat dengan mengandalkan penganggaran dalam jumlah relatif besar tanpa menggalang kepedulian masyarakat sebagai pemilik dan pengguna jalan.
Dalam aspek lain, pihak berkepentingan akan berhadapan dengan tata cara pertanggungjawaban pelaksanaan, perencanaan, dan proses pembayaran pekerjaan. Hal ini dikarenakan aparatur pengelola jalan masih khawatir terhadap berbagai kegagalan di lapangan.
Dari hasil survei terhadap 20 orang aparatur Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Bireuen, selaku pengelola jalan kabupaten, hanya 2 orang yang menyatakan berhasil, 3 orang masih ragu-ragu, dan 15 orang menyatakan tidak setuju.

            Melihat berbagai kondisi dalam penanganan infrastruktur jalan saat ini, dan dikaitkan dengan aspek ke-tekniksipilan, dapatlah didefinisikan bahwa atmosfir yang terbangun masih jauh dari nilai efisien, efektivitas, dan aman, sebagaimana konsep dasar dalam pengadaan infrastruktur yang menjadi pola pikir ke-tekniksipilan itu sendiri. 
            International Labour Organization (ILO), 2010, telah melakukan peningkatan jalan di Kabupaten Bireuen mengakui bahwa berdasarkan analisis dan interpretasi daridata yang tersedia, digabung dengan pengamatan visual, pendekatan ILO tampaknya lebih murah dan standar kualitas pekerjaan konstruksi sangat tinggi.
Oleh karenanya, permasalahan yang terjadi dapat ditujukan kepada persoalan tidak dilakukannya penggalangan potensi sumber daya masyarakat untuk menyelesaikan  kerusakan jalan secara serta merta melalui program pemeliharan rutin jalan berkelanjutan yang dilindungi oleh suatu produk aturan.

III         PENGUMPULAN DATA DAN  TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Upaya membangun kolaborasi berbagai kekuatan dalam menggiring pemikiran terhadap perlindungan kualitas jalan kabupaten diperlukan berbagai referensi. Referensi dimaksud dihimpun dari berbagai aspek, yakni sosial kemasyarakatan, keteknik-sipilan, dan hukum.
Metode yang digunakan yakni dengan menelaah literatur, laporan lembaga tertentu, dan pengamatan di lapangan.

3. 1      Kondisi Jalan Kabupaten
Menurut Bank Dunia, 2004, Indonesia kehilangan daya saingnya dan sekarang berada pada peringkat hampir paling rendah di antara tetangga-tetanganya untuk kebanyakan indikator infrastruktur. Selanjutnya, Bank Dunia juga mengulas tentang pemeliharaan infrastruktur jalan yang ada ditelantarkan, terutama di jaringan jalan kabupaten, di mana hampir 50% jalan digolongkan dalam keadaan buruk atau parah.
Referensi dari Bank Dunia di atas dapat dijadikan sumber data positif, mengingat lembaga donor ini selalu terlibat dalam hal bantuan pembangunan di Indonesia selama puluhan tahun.
ILO, 2010, dalam laporannya mengatakan bahwa kualitas pekerjaan proyek yang tinggi dihasilkan dari perencanaan teknologi tepat guna yang dikombinasikan dengan tingkat pengawasan dan pengendalian kualitas yang tinggi.
3. 2      Sumber Daya Masyarakat
Dalam ulasan menyusun langkah ke depan, Bank Dunia, 2004, mengungkap bahwa efisiensi dalam melaksanakan proyek-proyek publik akan merupakan kunci untuk memperbaiki dampak-dampak negatif. Hal ini memerlukan upaya yang konsisten untuk memperbaiki tranparansi, penawaran bersaing dan menghilangkan praktek-praktek korup, yang lazim di proyek-proyek infrastruktur di seluruh dunia dan juga terutama di berbagai sektor di Indonesia.
Untuk meningkatkan kemampuan dan kemitraan di dalam kelompok masyarakat, Fisher, S, 2000, mengatakan bahwa secara umum, peningkatan kemampuan berkaitan dengan peningkatan kualitas, keterampilan sumber daya anggota staf secara individu maupun organisasi. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan ini merupakan proses yang terus berlangsung, yang responsif terhadap kondisi yang berubah dalam masyarakat dan lembaga itu sendiri.
Di beberapa lokasi jalan rusak di Kabupatten Bireuen, terlihat anggota masyarakat berupaya memperbaiki seadanya agar jalan tersebut dapat dilalui. Hal ini menggambarkan bahwa kepedulian masyarakat masih dapat diandalkan untuk bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam melakukan perancangan dan aksi seketika akibat kebutuhan. Kondisi ini sesuaai dengan penyataan Fitanto, B, (2009), yang mengungkap bahwa aksi bersama sangat cocok untuk merencanakan sebuah acara atau kegiatan dalam rentang waktu antara 3 sampai dengan 12 bulan, dan sangat efektif untuk memperkuat rasa kepemilikan dalam kegiatan yang direncanakan.
Survei terhadap masyarakat yang turut dilakukan di 17 kecamatan  dalam wilayah Kabupaten Bireuen diperoleh informasi berbeda dari yang diungkap aparatur pengelola jalan. Seluruh masyarakat kecamatan menyatakan kesediannya dan mampu melaksanakan, serta bertanggungjawab atas pekerjaaan pemeliharaan jalan.
ILO, (2010), dalam laporannya mengatakan penerapan pendekatan sumberdaya lokal dalam pengembangan infrastruktur merupakan kombinasi optimum antara tenaga kerja dan peralatan ringan untuk menjamin tercapainya standar kualitas yang diminta.

3. 3      Aspek Teknis Kerusakan Jalan
Dalam aspek keteknik-sipilan, secara umum diketahui bahwa tanah akan lemah dari sudut daya dukungnya, tatkala dalam kondisi jenuh air. Begitu pula terhadap tanah dasar jalan (sub grade) yang berperan sebagai pendukung beban lalu lintas setelah lapisan pondasi bawah (LPB), dan lapisan pondasi atas (LPA). Resapan air melalui retak-retak rambut atu lubang-lubang kecil pada permukaan jalan sangat rentan terhadap proses kerusakan jalan secara perlahan.
Para ahli teknik sipil sepakat tentang kondisi tanah yang lemah akibat kadar air, salah satunya, Nakazawa, (1981), yang  mengungkap bahwa pada tanah lembek   akibat penyerapan air kekuatannya berkurang.
Dengan demikian, aspek teknis kerusakan awal jalan yang terjadi bukanlah permasalahan besar, yakni perlakuan agar air tidak dapat masuk dan mengendap pada lapisan tanah dasar atau lapisan pondasi, yang penanganannya harus menunggu sampai satu tahun anggaran.

3. 4      Peraturan Perlindungan Jalan
Informasi penting yang diperlukan dalam melakukan upaya perlindungan terhadap kondisi jalan yakni perangkat aturan perundang-undangan. Hal ini lebih dikarenakan agar diperoleh suatu advokasi terhadap berbagai strategi penanganan jalan yang akan dilakukan oleh  para pengelola jalan.   

Beberapa peraturan berkenaan dengan perlindungan jalan telah dilahirkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang bertujuan agar mempertahankan kondisi jalan selalu dalam keadaan baik merupakan keharusan bagi para pengambil kebijakan daerah.

a.    Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, menitikberatkan pembahasan tentang masyarakat dapat terlibat dalam pemeliharaan jalan serta pemerintah kabupaten bertanggung jawab terhadap jalan kabupaten dan jalan desa.

b.    Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menekankan terhadap keharusan melakukan penetapan dana jalan untuk pemeliharaan jalan dan masih harus diatur dengan Peraturan Pemerintah.

c.    Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, menekankan pembahasan kepada prioritas utama diberikan kepada pemeliharaan jalan baik rutin, periodik, dan  tanggap darurat.

d.    Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, memperkuat keberadaan pemerintah kabupaten terkait dengan fungsi pembangunan dan pengusahaan jalan serta  memiliki kewenangan untuk pengoperasian dan pemeliharaan jalan kabupaten/desa dan jalan kota.

e.    Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, mengatur dan memperbolehkan masyarakat lokal untuk melakukan pekerjaan sederhana dalam pemeliharaan dan perbaikan prasarana.

f.     Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Departemen Pekerjaan Umum Yang Merupakan Kewenangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri, membahas tentang pemeliharaan rutin adalah prioritas utama dari semua pekerjaan pemeliharaan.

g.    Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 42/PRT/M/2007 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Infrastruktur, mengarahkan besaran alokasi DAK bidang infrastruktur diutamakan untuk kegiatan rehabilitasi, pemeliharaan berkala, peningkatan jalan dan jembatan. Dalam ketentuan teknis, peraturan ini menetapkan bahwa lebar jalan kabupaten adalah 7,5 meter dengan lebar jalur lalu lintas berukuran 5,5 meter.

h.    Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/PRT/M/2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010–2014, mengarahkan fokus pembangunan infrastruktur transportasi ditujukan pada upaya preservasi dengan pemeliharaan jalan yang tepat waktu agar kondisi jalan semakin membaik, yang tujuan selanjutnya untuk menurunkan biaya perbaikan jalan.

i.      Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal, memberi gambaran terhadap kondisi harapan mulai tahun 2014, ditargetkan 60% jaringan jalan kabupaten harus selalu dalam kondisi bagus, dan dapat dirawat.

j.       
IV        PEMBAHASAN

            Pembahasan ini lebih diarahkan kepada upaya mewujudkan suatu sistem perawatan jalan kabupaten yang instan melalui langkah kompromistis dan potensi yang tersedia. Potensi yang ada seperti sumber daya masyarakat, perlindungan hukum, alokasi anggaran, dan instansi teknis yang berwenang,  dapat dikemas dalam suatu kekuatan  yang mampu menggerakkan sistem perawatan jalan secara instan.

4. 1      Pekerjaan perawatan jalan
Lingkup pekerjaan pemeliharaan rutin sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI Nomor 42/PRT/M/2007, disebutkan sebagai pemeliharaan yang dilakukan terhadap jalan berkondisi mantap yang dilakukan sepanjang tahun. Batasan pekerjaan dimaksud terdiri atas:
a.    Penambalan lubang pada perkerasan dan pelaburan retak-retak rambut
b.    Penambahan material dan pemadatan/perataan bahu jalan
c.    Pembersihan drainase dan gorong-gorong
d.    Pemotongan rumput dan pembersihan daerah milik jalan (damija)

Untuk memudahkan penentuan volume pekerjaaan dan teknis penanganan, pekerjaan pemeliharaan rutin ini dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori, yaitu:
1.    Pekerjaan Ringan

Pekerjaan ringan dapat berupa pekerjaan pembersihan damija dengan tingkat kesulitan yang relatif rendah, seperti pemotongan rumput dan semak-semak, pembersihan drainase atau gorong-gorong dengan volume sedimentasi rendah, dan pekerjaan non-teknis lainnya.
2.    Pekerjaan Sedang

Pekerjaan sedang dapat meliputi seluruh pekerjaan pemeliharaan tetapi dengan tingkat kesulitan yang sedang serta pengerjaannya sudah memerlukan peralatan yang lebih lengkap, seperti pekerjaan pembersihan drainase atau gorong-gorong dengan volume sedimen yang tinggi, pembersihan dan pengecatan rambu jalan, penambahan material dan pemadatan bahu jalan dengan tingkat kerusakan relatif ringan, penambalan retak garis pada permukaan jalan.

3.    Pekerjaan Berat

Pekerjaan berat dapat meliputi seruruh pekerjaan pemeliharaan badan jalan dan drainase dengat tingkat kesulitan lebih rumit, dalam artian memerlukan tenaga terampil untuk penanganannya, serta memerlukan peralatan lebih lengkap. Pekerjaan yang termasuk dalam pemeliharaan berat dapat berupa penutupan lubang jalan, perbaikan pasangan batu drainase, perbaikan kerusakan tepi jalan, dan lain sebagainya.
Petunjuk Praktis Pemeliharaan Rutin Jalan dari Departemen Pekerjaan Umum menjelaskan secara rinci lingkup-lingkup pekerjaan pemeliharaan rutin ini dan dapat dilakukan dengan mudah oleh kelompok kerja masyarakat. Oleh karenanya, kecil kemungkinan kelompok masyarakat tidak mampu melaksanakannya.

4. 2      Pembentukan Masyarakat Pekerja Jalan
Masyarakat pekerja jalan yang dimaksudkan adalah kelompok masyarakat setempat yang dilintasi ruas jalan tertentu yang dapat diberikan tanggungjawab untuk menjaga kondisi jalan agar tetap baik. Tanggungjawab yang diberikan kepada kelompok kerja tersebut dapat dikaitkan dengan kesempatan kerja, sehingga tugas pemeliharaan jalan dapat menjadi lapanngan kerja bagi masyarakat tertentu.
Pemanfaatan tenaga kerja dari masyarakat ini menggunakan tenaga kerja penganggur atau setengah penganggur yang berdomisili di sepanjang ruas jalan tertentu. Penetapan kelompok kerja ini berdasarkan usulan kepala desa melalui camat yang berwenang secara administratif pada ruas jalan tersebut. Setelah mendapat legalitas dari pihak berwenang, kelompok masyarakat pekerja jalan ini dinyatakan sebagai Unit Pelaksana (UP).
Secara teknis pekerjaan pemeliharaan rutin tersebut mampu dilaksanakan oleh kelompok masyarakat, baik dalam rentang waktu yang dibutuhkan maupun dalam rentang keahlian yang dimiliki. Pekerjaan tersebut tergolong swakelola atau padat karya yang tidak membutuhkan dukungan teknis dari pihak luar kelompok masyarakat, namun bimbingan teknis dari  pemerintah kabupaten tetap diperlukan.
Dengan memanfaatkan peluang kepedulian serta lapangan kerja bagi masyarakat, selayaknya pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan rutin ini tidak diborongkan atau dipindah-tangankan kepada pihak ketiga dengan alasan apapun.

4. 3      Dukungan Peraturan
Sebagian besar pengaturan  tatacara pelaksanaan belanja pembangunan telah digariskan oleh Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Meskipun demikian, mekanisme implementasi yang lebih rinci dan teknis masih diperlukan seperti, pengaturan prinsip kerja, sifat dan jenis kegiatan, instansi yang berwenang, pola rekrutmen kelompok masyarakat, pembagian kelompok dan ruas jalan, mekanisme pemantauan, pelaporan dan perawatan, serta mekanisme pembayaran pekerjaan. Terkait dengan mekanisme pembayaran, peraturan yang akan disusun harus merujuk kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan perubahannya.
Mencermati perlindungan hukum terhadap tata cara pelaksanaan pekerjaan perawatan jalan cukup kuat, tiada alasan untuk menunda-nunda bahkan membiarkan permukaan jalan rusak yang kerap membangun imej tanpa penanggungjawab.
Agar pelaksanaan perawatan rutin jalan yang menggunakan prosedur swakelola dapat berjalan baik pada strata kabupaten, dibutuhkan peraturan daerah berupa Qanun Kabupaten Bireuen dan Peraturan Bupati Bireuen yang mengharuskan perawataan jalan dilakukan secara kontinyu. Upaya ini bertujuan agar adanya efektivitas dan efisiensi suatu penerapan kebijakan pemerintah serta pemberian tanggung jawab yang jelas terhadap implementasi, termasuk keterlibatan pelaksana atau kelompok sasaran yang melakukan perawatan rutin jalan. Di samping itu, produk Qanun perlindungan jalan ini tidak mudah diubah menurut kepentingan-kepentingan tertentu di luar tujuan pemeliharaan jalan. 
4. 4      Organisasi Penyelenggara
Sebagai penanggungjawab infrastruktur kabupaten, Dinas Pekerjaan Umum melalui bidang Bina Marga akan menjadi penanggung jawab utama dalam pelaksanaan kegiatan ini. Di Samping itu, beberapa dinas lain yang terkait, terutama dalam hal pengembangan sistem padat karya maupun pengembangan kapasitas masyarakat pedesaan juga merupakan institusi penting yang akan melakukan koordinasi dan pembinaan masyarakat.
Para pihak yang terlibat dalam pemeliharaan rutin jalan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, yakni Dinas PU, Bappeda, Biro Keuangan, instansi di kecamatan, kelompok masyarakat (Unit Pelaksana), Dinas Tenaga Kerja, fasilitator PNPM, dan fasilitator KDP (Kecamatan Development Program).
Tugas dan tanggung jawab institusi ini disesuaikan dengan fungsi dan kedudukannya dalam struktur pemerintah daerah, sebagaimana tergambar pada skema pelaksanaan di bawah ini.                  
4. 5      Tahap Perencanaan
            Dalam membangun kolaborasi ragam potensi untuk mencapai tujuan pemeliharaan jalan berbasis masyarakat tentunya melalui rangkaian langkah-langkah pencapaian perencanaan. Rangkaian tersebut merupakan kebutuhan yang mesti diatur dalam suatu ketentuan hukum, baik setingkat surat keputusan pengmbil kebijakan daerah dan akan lebih baik dalam suatu aturan Qanun. Beberapa langkah pokok untuk penyusunan rencana kerja tersebut dapat diuraikan di bawah ini.
4. 5. 1 Penetapan jaringan jalan
Sebagai langkah awal, pemerintah perlu menetapkan secara legal, ruas jalan yang tergolong sebagai jaringan jalan kabupaten untuk diprogramkan dalam kegiatan pemiliharaan rutin sesuai tanggung jawab instansi teknis pemerintah kabupaten, yakni Dinas PU.  Penetapan ini mutlak diperlukan untuk dijadikan titik ikat terukur dari pelaksanaan program dan kegiatan pengelolaan jalan secara umum, di samping juga bermanfaat untuk memproteksi kepentingan tertentu terhadap penambahan ruas jalan di luar tanggung jawab program. Dari data dapat diketahui bahwa panjang jalan Kabupaten Bireuen adalah 876,86 km.
Informasi lengkap tentang data jaringan jalan serta kondisi masing-masing jalan tersebut, tentunya merupakan tugas dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten. Dinas PU dapat menyediakan atau merekomendasi sumberdaya pendukung kerja, baik manusia maupun peralatan sesuai standar yang dibutuhkan.
Dinas PU dan Bappeda mengelompokkan jalan-jalan tersebut berdasarkan penomoran ruas jalan. Penentuan nomor ruas jalan ini tidak dibatasi oleh wilayah kecamatan, tetapi ditentukan oleh titik awal dan akhir dari ruas jalan dimaksud, mengingat banyak ruas jalan di Kabupaten Bireuen melayani kecamatan lebih dari satu. Namun, dalam menentukan tugas pemeliharaan rutin jalan bagi masing-masing UP di kecamatan, Dinas PU dan Bappeda menyusun daftar bahagian jalan dari ruas antar kecamatan dimaksud dalam daftar penanganan rutin jalan sesuai wilayah kecamatan. Dengan demikian, bahagian lain dari satu ruas jalan yang bernomor sama menjadi tanggungjawab UP lainnya.
4.5. 2  Penetapan prioritas
Berdasarkan peta kondisi sosial dan ekonomi masyarakat serta strategi investasi jalan, pemerintah dapat melakukan analisa untuk menentukan jalan-jalan yang menjadi prioritas utama, baik dalam hal pembangunan, peningkatan, dan pemeliharaan jalan.
Penetapan prioritas jalan awal, dapat dilakukan dengan menggunakan sistem manajemen informasi jalan yang pernah dikembangkan oleh Inpres Peningkatan jalan Kabupaten (IPJK) pada awal tahun 1990. Hasil penyaringan awal dari sistem ini yang berupa daftar jalam dalam kondisi mantap kemudian akan ditindak lanjuti dalam bentuk survei penjajagan. Survei ini kemudian akan menghasilkan suatu daftar jalan dengan kondisi yang lebih terperinci. Jalan-jalan dengan tingkat kerusakan dibawah 10% (dapat dipelihara) kemudian akan dimasukkan ke dalam daftar prioritas untuk pekerjaan pemeliharaan rutin ini. Sedangkan jalan-jalan yang memiliki tingkat kerusakan lebih, selanjutnya akan diusulkan untuk dilakukan pemeliharaan periodik atau rehabilitasi.
Penetapan prioritas ini merupakan tanggung jawab dari Bappeda selaku perencana pembangunan daerah yang bekerja sama dengan pihak PU dalam melakukan survei penjajagan.  
4.      5. 3 Penetapan lingkup kerja
Untuk memudahkan dalam pelaksanaan pemeliharaan rutin, pihak PU menetapkan lingkup pekerjaan yang dimasukkan ke dalam pekerjaan rutin. Hal ini untuk memberikan batasan pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh Unit Pekerja (UP) dan untuk menganalisa tingkat kebutuhan teknologi yang harus disikapi terhadap pekerjaan tersebut.
Penetapan lingkup kerja ini bertujuan untuk memudahkan pihak Dinas PU dalam melakukan estimasi awal kebutuhan pekerjaan pemeliharaan jalan serta penggolongan bagi ruas jalan tertentu yang dapat digolongkan ke tahapan pemeliharaan priodik atau berkala, dengan tingkat penanganan berbeda.
4.    5. 4  Estimasi kebutuhan pemeliharaan
Estimasi kebutuhan pemeliharaan dilakukan berdasarkan ketetapan lingkup kerja serta volume pekerjaan yang terdapat dalam tiap-tiap ruas jalan. Untuk memperkirakan biaya pemeliharaan jalan ini, pihak PU dapat menggunakan standar-standar penetapan harga yang berlaku di kabupaten, seperti upah minimum regional (UMR), analisa harga satuan penanganan jalan dan jembatan yang diterbitkan tiap tahun oleh Dinas PU, maupun standar-standar lain yang terkait.
4.  5. 5   Standarisasi harga satuan pemeliharaan rutin jalan per kilometer
Setelah mengetahui perkiraan angka kebutuhan pemeliharaan, pemerintah menetapkan standar harga satuan pemeliharaan rutin per kilometer. Standar harga satuan ini kemudian akan dikalikan dengan jumlah panjang ruas jalan dan menjadi prioritas dalam pekerjaan pemeliharaan. Jumlah keseluruhan dari kebutuhan pemeliharaan rutin jalan ini kemudian ditetapkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) sebagai anggaran pemeliharaan rutin jalan kabupaten selama setahun.
Nilai biaya pemeliharaan rutin yang didasarkan standar harga satuan pemeliharaan rutin per kilometer akan menjadi hak bagi jalan tertentu dan tidak boleh dihilangkan dalam setiap anggaran tahunan.
Asumsi biaya perawatan rutin rata-rata jalan di Kabupaten Bireuen berdasarkan data ruas jalan yang dipelihara di tahun 2010 adalah Rp 5.000.000,- per km/tahun. Sementara panjang jalan yang berkondisi baik hingga sedang di kabupaten ini adalah 443,96 km. Dengan demikian, alokasi biaya perawatan jalan kabupaten ini hanya sebesar Rp. 2.219.800.000,- berpeluang untuk mendukung target efisiensi pembangunan dibanding  jika sebagian jalan sepanjang 443,96 km tersebut harus ditingkatkan.
4. 6      Tahap Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap implementasi yang melibatkan berbagai unsur pelaksana, baik aparatur maupun masyarakat sebagai pelaku utama. Agar proses ini menjadi baku, perlu kiranya pentahapan pelaksanaan ini ditetapkan dalam suatu peraturan mekanisme pelaksanaan.
4. 6. 1 Seksi pemeliharaan jalan dan jembatan (SPJJ)
Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan yang berada di bawah Bidang Bina Marga memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pemeliharaan jalan kabupaten. Oleh karena itu, sistem pemeliharaan rutin yang berbasis masyarakat ini akan menjadi salah satu metoda kerja dari SPJJ tersebut.
Untuk memudahkan dalam hal pelaksanaan dan pengawasan, SPJJ akan menunjuk staf teknisnya yang akan bertanggung jawab untuk pekerjaan di beberapa kecamatan yang telah dikelompokkan ke dalam beberapa kawasan tertentu.
SPJJ akan bertanggung jawab dalam pemilihan Unit Pelaksana dengan berkoordinasi dengan pihak Kecamatan maupun Pedesaan. SPJJ juga akan menjadi pusat-pusat pelatihan dan pengawasan bagi tiap-tiap pekerjaan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana.
4.      6. 2         Survei awal dan pendampingan
Untuk mengetahui jenis-jenis pekerjaan serta volume kerja yang akan dikerjakan, Unit Pelaksana (UP) akan melakukan survei awal untuk menentukan kondisi jalan yang akan dipelihara serta untuk mengusulkan volume kerja pemeliharaan.
Setelah disetujui oleh tim teknis SPJJ, hasil dari survei awal ini akan digunakan untuk menentukan besaran pekerjaan yang selanjutnya akan menjadi bahan dalam penyiapan perjanjian kerja. Diharapkan setiap Unit Pelaksana yang direkrut dalam program pemeliharaan rutin ini sudah memahami lingkup dan besaran pekerjaan yang akan dilakukannya, dan perjanjian kerja juga sudah mencantumkan nilai berdasarkan pagu anggaran yang sesuai dengan panjang jalan dalam wilayah kerja masing-masing kecamatan. Keterkaitan dengan volume hasil survei awal, yakni untuk menyatakan status awal kondisi yang tidak tertutup kemungkinan kondisi ruas jalan di luar kemampuan perawatan rutin.
SPJJ memiliki kewajiban untuk mendampingi setiap kegiatan yang dilakukan oleh Unit Pelaksanan. Bentuk pendampingan ini dapat berupa pemberian pelatihan, baik teknis maupun non-teknis serta melakukan pengawasan terhadap kinerja dari Unit Pelaksana.
4.    6. 3       Pemilihan unit pelaksana (UP)
Unit pelaksana berkedudukan di tingkat kecamatan dan merupakan kelompok kerja masyarakat yang akan melaksanakan kegiatan pemeliharaan rutin jalan. Unit pelaksana ini ditetapkan oleh SPJJ berdasarkan usulan dari kepala desa melalui camat yang telah terlebih dahulu diverifikasi oleh Dinas Tenaga Kerja. SPJJ dapat menggunakan beberapa pertimbangan dalam menetapkan individu atau kelompok yang dapat dimasukkan kedalam Unit Pelaksana. Beberapa pertimbangan penting antara lain adalah:
a)    Individu yang dipilih merupakan pengangguran atau semi pengangguran,
b)    Memiliki keinginan bekerja yang cukup besar
c)    Memiliki pengetahuan yang cukup baik dalam pemeliharaan rutin jalan
d)    Kelompok-kelompok yang sudah dibentuk oleh disnaker
e)    Pertimbangan-pertimbangan lain yang dianggap perlu
f)     Dapat membaca dan menulis


4.    6. 4            Penyiapan perjanjian kerja
Perjanjian kerja untuk Unit Pelaksana akan dikeluarkan oleh dinas PU melalui SPJJ, yang berlaku untuk satu tahun anggaran. Termin pembayaran dilakukan minimal setiap empat bulan sekali berdasarkan laporan perkembangan pekerjaan yang disiapkan oleh Unit Pelaksana.
Perjanjian kerja akan diberikan kepada Unit Pelaksana dengan menyebutkan nama anggota yang terdapat dalam kontrak kerja tersebut. Identitas kependudukan (KTP) dari tiap-tiap anggota akan ditampilkan dalam kontrak kerja untuk memastikan bahwa anggota yang direkrut merupakan masyarakat setempat. Untuk memudahkan  pengenalan dan pengawasan, Unit Pelaksana diwajibkan memiliki nama yang akan digunakan untuk pengidentifikasian wilayah kerja terkait.
Pembayaran dilakukan kepada Unit Pelaksana yang masing-masing memiliki ketua kelompok untuk didistribusikan pembayaran tersebut kepada tiap anggotanya sesuai dengan ketentuan yang diatur.
4.          6. 5      Pelaksanaan pemeliharaan
Setelah Unit Pelaksana (UP) memahami pekerjaan dan melakukan survei awal, pekerjaan pemeliharaan dapat langsung dikerjakan. Selanjutnya, UP akan bertanggung jawab penuh dalam menjaga kondisi jalan sehingga tetap dalam keadaan mantab sesuai dengan lingkup pekerjaan pemeliharaan rutin yang telah disepakati sebelumnya. Pekerjaan pemeliharaan rutin akan terus dikerjakan oleh UP di setiap ruas jalan kabupaten yang menjadi tanggung jawabnya dengan pengawasan dari tim SPJJ.
4.    6. 6       Pengawasan pelaksanaan kerja
Pengawasan pelaksanaan kerja Unit Pelaksana (UP) dilakukan oleh tim teknis SPJJ. Pengawasan untuk pelaporan dilakukan setiap empat bulan, dengan tujuan evaluasi kinerja dari UP. Sementara itu, SPJJ juga dapat melakukan pengawasan non- rutin sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Hasil pengawasan rutin ini akan digunakan sebagai dasar untuk menghitung  volume kerja serta penyusunan administrasi terhadap pekerjaan yang dilakukan UP.  Kelengkapan administrasi swakelola yang disiapkan dijadikan rekomendasi pembayaran kepada UP.
4.    6. 7       Evaluasi hasil SPJJ dan UP
Evaluasi kerja Unit Pelaksana (UP) dilakukan oleh SPJJ yang didasari oleh hasil pengawasan rutin harian dirangkum setiap empat bulan sekali. Apabila berdasarkan hasil evaluasi ini, ditemukan UP yang tidak melakukan pekerjaan pemeliharaannya dengan baik maka pihak SPJJ berhak mengeluarkan surat teguran yang meminta UP untuk segera menyelesaikan kegiatan pemeliharaan yang menjadi tanggung jawabnya. Unit pelaksana akan diberi waktu selama satu bulan untuk dapat memenuhi kekurangan yang disampaikan dalam surat teguran tersebut.
Jika tidak dapat dipenuhi, maka SPJJ akan berhak menghentikan perjanjian kerja dengan UP tersebut dan kemudian memilih kembali UP baru sesuai dengan prosedur pemilihan UP. Bagi UP yang telah dihentikan perjanjiannya dibayar sesuai dengan volume kerja yang telah dilakukan.
Evaluasi kinerja untuk SPJJ dilakukan oleh Kepala Bidang Bina Marga dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bireuen. Evaluasi ini dapat dilakukan per-smester.
4. 7      Tahap Pelaporan dan Pembayaran
Pelaporan disiapkan oleh semua pihak yang terkait dalam kegiatan pemeliharaan rutin jalan. Laporan ini kemudian diteruskan ke tiap tingkat yang menjadi penanggung jawab dari pembuat laporan tersebut. Laporan yang disiapkan akan digunakan sebagai bahan eveluasi kerja diberikan rekomendasi pembayaran.
4.    7. 1         Persiapan pelaporan fisik
Laporan perkembangan fisik disiapkan oleh Unit Pelaksana (UP) untuk kemudian diteruskan kepada SPJJ. Administrasi ini dilakukan setiap empat bulan sekali untuk menunjukkan pertanggungjawaban kerja dari tiap-tiap UP dan digunakan oleh SPJJ sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi nilai pembayaran.
4.    7. 2       Persiapan pelaporan finansial
Selain menyiapkan laporan fisik, UP juga diwajibkan untuk menyiapkan laporan finansial dan diserahkan kepada SPJJ, kemudian mengevaluasi laporan finansial ini berdasarkan pada laporan fisik yang diserahkan sebelumnya.
Berdasarkan evaluasi laporan fisik dan finansial ini, SPJJ akan melakukan perhitungan volume kerja nyata yang telah dilakukan oleh Unit Pelaksana dan kemudian mengeluarkan rekomendasi kepada Kepala Bidang Bina Marga untuk selanjutkan diteruskan kepada Kepala Dinas PU untuk mengeluarkan Surat Perintah Membayar (SPM/SPP) untuk kemudian diserahkan kepada Biro Keuangan.
Sama halnya dengan UP, SPJJ juga wajib membuat laporan perkembangan kerja dengan menjelaskan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan serta laporan finansial terhadap kegiatan pemeliharaan rutin ini. Pembuatan laporan ini dilakukan setiap setahun sekali untuk kemudian dimasukkan ke dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas PU.

4.    7. 3          Permintaan pembayaran
Permintaan pembayaran disiapkan oleh UP setiap empat bulan sesuai dengan termin pembayaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Permintaan pembayaran ini wajib melampirkan dalam laporan fisik dan finansial yang telah disiapkan sebelumnya.
Pembayaran dilakukan berdasarkan hasil kerja dari UP, dan setelah mendapatkan laporan fisik serta finansial dari UP, SPJJ wajib melakukan pengecekan lapangan yang didampingi oleh UP untuk menghitung kembali volume kerja yang dilakukan UP. Setelah volume kerja disepakati, SPJJ kemudian membuat surat rekomendasi pembayaran kepada Kepala Bina Marga untuk kemudian diteruskan kepada Kepala Dinas PU untuk kemudian mengeluarkan Surat Perintah Membayar (SPM/SPP) kepada Biro Keuangan.
Setelah menerima SPM/SPP maka Biro Keungan akan membuat Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), kemudian diberikan kepada Bendahara Kabupaten untuk melakukan pembayaran. Bentuk dan metoda pembayaran dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara UP, SPJJ dan Bendahara Kabupaten, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. 8      Kondisi Harapan
                        Unit Pelaksana (UP) merupakan kelompok masyarakat pelindung jalan serta merta memperhatikan kondisi jalan setiap waktu karena secara langsung komunitas inilah yang mula-mula berhubungan dengan akses jalan di sekitarnya. Kelompok kerja ini adalah bahagian masyarakat setempat yang telah diberi tanggung jawab terhadap kondisi jalan yang harus tetap terjaga dengan baik.
Mengingat alokasi anggaran yang ditetapkan bagi sejumlah ruas jalan yang menjadi tanggung jawabnya, tentunya UP berusaha agar pekerjaan pemeliharaan jalan yang dilakukan se-efisien mungkin dan semudah mungkin. Dengan kata lain, kelompok masyarakat pelindung jalan berusaha meminimalkan pembiayaan dengan tujuan agar sisa anggaran dapat menjadi reward atau tambahan bagi pendapatannya.
Di sisi lain, kelompok masyarakat pelindung jalan akan selalu berusaha agar jalan tidak mengalami kerusakan, atau tidak membiarkan kerusakan kecil pada jalan menjadi besar sehingga penyerapan biaya untuk perawatannya melebihi alokasi yang disediakan. Kondisi ini menjadikan jalan tetap terperhatikan dan terjaga dari gejala kerusakan awal. Dengan demikian keberadaan jalan termiliki sebagai aset pemerintah dan tidak terkesan tanpa penanggung jawab.
Dalam aspek lain, aktivitas masyarakat pelindung jalan yang mendapat tanggung jawab bekerja untuk perawatan jalan tentu memiliki konsekwensi dalam bentuk upah kerja. Oleh karenanya, tidak tertutup kemungkinan dengan keterlibatan masyarakat dalam perawatan rutin jalan ini membangun kondisi terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat.
Upaya terhadap kondisi jalan kabupaten tetap terawat yang dibahas dalam uraian terdahulu merupakan strategi membangun kolaborasi segenap potensi dan peluang yang ada dari lingkungan internal dan eksternal dari keberadaan jalan itu sendiri.

V         KESIMPULAN
Penerapan sistem perawatan jalan kabupaten berbasis sumber daya masyarakat tidak sulit untuk dilaksanakan, mengingat persoalan teknik sipil dalam upaya ini relatif kecil.  Di samping serangkaian aturan hukum cukup mendukung, pemeliharaan rutin berbasis masyarakat ini mengurangi beban tugas dari pemerintahan daerah dalam mengatisipasi kerusakan jalan.
Kondisi yang diharapkan agar jalan tetap dalam kondisi baik dapat dilakukan dengan mengandalkan potensi sumberdaya masyarakat, ketersediaan dana pemerintah, dan institusi penanggungjawab infrastruktur.
Perawatan rutin jalan berbasis sumber daya masyarakat berdampak positif terhadap kondisi jalan yang selalu baik, penciptaan lapangan kerja masyarakat, serta menumbuhkan rasa memiliki dari kelompok masyarakat itu sendiri.

Daftar Pustaka

1.   Direktur Bina Teknik, (1999), Pelatihan Pemeliharaan Rutin Jalan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta
2.    Direktorat Bina Program Jalan, (1990), Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penyusunan Program Jalan Kabupaten, SK. No. 77/KPTS/Db/1990, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta
3.    Fisher, S, (2000), Mengelola Konflik : Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak, The British Council, Jakarta
4.    ILO, (2010), Biaya dan Manfaat Komparatif Pendekatan Berbasis Sumber Daya Lokal Terhadap Pembangunan jalan Pedesaan, ILO, Jakarta
5.    Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan
6.    Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
7.    Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
8.    Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Departemen Pekerjaan Umum Yang Merupakan Kewenangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri
9.    Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 42/PRT/M/2007 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Infrastruktur
10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/PRT/M/2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010–2014
11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal
12. The Wolrd Bank, (2004), Indonesia, Averting an Infrastructure Crisis : A Framework for Policy ang Action, Jakarta
13. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
14. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar