Senin, 29 Oktober 2012

AYAH LIYAS


Ayah Liyas
                              
Nama sebenarnya Ilyas H Yusuf, pria kelahiran 1949. Aku mengenalnya lebih dekat pada tahun 2001, tatkala aku menjabat sebagai Asisten II Setdakab Bireuen. Waktu itu terkesan Ayah Liyas cukup kasar dan beringas. Pada saat itu pula ianya datang ke ruang kerjaku bersama beberapa orang senior di Bireuen, termasuk Bang Safwan Razak. Aku layani mereka selayaknya orang tua yang patut kuhargai. “Kali ini Ayah dapat proyek pemasangan pipa di Matang,” katanya seraya menceritakan pengalamannya di masa lalu. Aku membahas teknis perpipaan, sambil kelakar dan membuatnya bingung.

Ayah Liyas, 2006
Suatu ketika di tahun itu juga, Pak Sekda Hasan Basri Djalil minta tolong carikan dana untuk PSSB sebesar Rp 9 juta, karena aku bendahara di organisasi sepak bola itu. Lumayan, aku bingung hari itu karena selaku Asisten II, praktis aku lebih banyak duduk di ruangan sesuai fungsiku sebagai staf administrasi. Lantas kuberanikan diri mengungkap kepada Ayah Liyas. “Gampang, kecil,” katanya panjang. “Berapa perlu,” katanya. Kujawab sesuai permintaan Pak Sekda. “Bentar,” katanya. Tak lama kemudian Ayah Liyas kembali membawa uang sejumlah yang diperlukan dalam bungkusan koran. “Kapan dibayar ni Ayah?,” tanyaku. “Nggak usah pikir bayar, kapan ada aja,” sahutnya singkat.Aku semakin heran atas sikap Ayah, karena baru saja akrab denganku. Semakin hari hubunganku dengan Ayah Liyas semakin akrab, apalagi tatkala saling bahas tentang premanisme.

Ayah Liyas bercerita, bahwa ia telah mengenalku jauh hari dari pertemuan itu. “Ayah kenal dari Pak  Wan dan Apatuk,” katanya. “Jadi Ayah nggak perlu sangsi dengan Razuardi,” jelasnya lagi. Sejak itu aku sering ke rumah Ayah Liyas, minimal sebagai jaminan diri atas pinjaman Pak Sekda. Pada tahun 2002, aku dipindahkan oleh Pak Mustafa A Glanggang ke Disprindagop. Karena banyak waktu luang di posisi itu, aku makin sering ke rumah Ayah Liyas, bahkan menginap di situ bila musim mogok tiba. Sesekali kami pergi bertandang ke rumah Ayah Asyeik, abangnya, sekedar main-main dan kelakar di sana.

Hingga pada tahun 2006, aku, Ayah Liyas, berserta beberapa kerabat lain menjadi panitia pembangunan mesjid di Dayah darul Istiqamah, sebelah halaman rumahnya, di Geulanggang Teungoh, Bireuen.  Ayahpun semakin banyak mengenal para penceramah dan guru mengaji. Setiap Jum’at aku shalat di Mesjid Darul Istiqamah bersama Ayah dan usai shalat kami makan siang bersama khatib di rumah Ayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar