Minggu, 28 Oktober 2012

H SUBARNI A GANI

Kliping Berita H Subarni, tabloid Modus, edisi 17 Juni 2007
H Subarni A Gani

Sosok ini kukagumi dan kuhormati karena satu alasan di antara beberapa alasan lain, yakni anti korupsi. Aku mengenalnya sejak 1994 di stadion Cot Gapu, saat pertandingan sepak bola antara PSSB Bireuen dengan Riau, kalau tidak salah. Kala itu Bireuen masih bahagian Kabupaten Aceh Utara. Aku menonton bola kala itu atas ajakan Apatuk (alm) karena ianya bersikeras untuk menyaksikan Andre, anaknya, menjadi bintang lapangan di masa itu. Di pintu masuk yang berdesakan, Apatuk menarik lengan Bang Subar (panggilan akrab H Subarni A Gani) dengan memperkenalkanku. “Neu keurja beu get, neu bantu ureueng nyoe,” kata Bang Subar seketika. Aku mengangguk pelan seraya menjawab, “get bang”. Pertemuan itu cukup mengesankan karena aku sudah lama mendengar nama Bang Subar di seantero Aceh Utara seputar produksi udangnya yang banyak diceritakan orang. Aku semakin tidak berani berhadapan dengan Bang Subar, tatkala aku survei jalan kabupaten di kawasan Mon Klayu, Kecamatan Gandapura. Masyarakat di tempat itu kerap menceritakan tentang bantuan Bang Subar bagi tambak-tambak mereka.

Pada saat pembentukan panitia pemekaran kabupaten, Bang Subar cukup aktif dan banyak membantu fasilitas tim. Setidaknya begitu informasi yang aku terima dari beberapa rekan dekatnya. Dengan karakter yang tegas, Bang Subar semakin populer di kalangan masyarakat Bireuen. Meskipun demikian,  belum sekalipun aku mendengar pembicaraanya langsung.

Ketika pelantikan dinas dan lembaga daerah, Pebruari 2000, aku diajak beberapa rekan untuk ngumpul di lantai dua warung kopi Bina Atakana. Di sana aku bertemu dengan beberapa senior Bireuen untuk berbincang-bincang, termasuk Bang Subar. Aku merasa sungkan kala itu dan tidak banyak komentar. Di tempat itu aku pertama kali mendengar Bang Subar berbicara konsep. “Buat jalan dan jembatan di pedalaman saja dulu,“ katanya. Pernyataannya itu cukup berbekas dan memicu aku bersama bebeapa staf untuk membuka akses Krueng Meusaeugob ke Juli, berikut beberapa jembatan besar di pedalaman.

Puncak kedekatanku dengan Bang Subar, tatkala sebagian sejawat dan keluarganya mengusung aku sebagai calon Wakil Bupati mendampinginya sebagai calon Bupati dalam Pemilukada 2007 silam lewat jalur independen. Usia Bang Subar waktu itu 50 tahun, sedangkan aku 46 tahun. Dalam prosesi pemilukada musim itu aku diberikan kamar untuk tinggal di rumahnya. Meskipun gagal meraih suara terbanyak, hanya dalam posisi ke-dua, aku tetap meyakini bahwa seluruh suara yang kami peroleh merupakan produk kharismanya. Banyak pemikiran praktis yang aku peroleh dari diskusi bersamanya, khususnya pengelolaan keuangan daerah berbasis efisiensi. Banyak hal baru yang aku dapati sejak berdiskusi intens bersamanya, yang paling kuingat, melayani semua lapisan masyarakat yang hendak menemuinya dan ketegaran prinsipnya.

2 komentar: