Selasa, 26 Februari 2013

EVALUASI SOSOK APARATUR


Evaluasi Sosok

sketsa sampel, 2013
Aku punya rekan yang menarik untuk menjadi bahan evaluasi dalam hal karakter aparatur, pegawai negeri sipil. Memang evaluasi tak resmi ini dapat relatif bermanfaat bagi pengayaanku atau berbagai pihak yang berkenan. Tentu aku mencermati sosok berpostur kontra proporsional dalam tampilan, menurut beberapa penilaian rekan-rekan lain. Sejak tahun 1990, tatkala kami sama bertugas di Kabupaten Aceh Utara, aku melihat sosok sampel ini yang kerap bersikap ramah kepada setiap orang, dengan menyapa lembut. Seperti siapapun juga, aku biasa menilai sosok aparatur ini dari ekspresi eksternal karena bahagian internal terlalu sulit untuk kujangkau. Wajah sosok ini dingin, jauh dari kesan sosok gaul yang menjadi trend di akhir abad ke 20.

Perjalanan karirku seiring dengannya, walau tidak pernah dalam suatu institusi. Perhatianku selanjutnya, sosok ini membangun pencitraan lewat beberapa organisasi, baik organisasi massa maupun organisasi sosial. Sosok itu mampu mengesankan sebagai orang berkualitas baik budi, bercitra positif, meskipun tingkat penyelesaian permasalahan organisasi yang dikelolanya relatif mengambang.

Aku tidak pernah merasa memiliki rivalitas dengan sosok sebaya ini karena memang berasal dari disiplin ilmu berbeda. Setelah sama bertugas di Kabupaten Bireuen, beberapa rekan sesama aparatur sering melaporkan upaya pemupusan citra dari sosok ini terhadapku. Tapi aku kurang respon terhadap hal serupa itu karena banyak menguras pemikiran yang tidak penting dariku. Sering aku katakan pada rekanku, bahwa jika orang itu perlu diskusi atau debat denganku, siapkan tempat yang representatif. Aku semakin bersemangat, karena sosok yang diceritakan ini merupakan target evaluasiku sejak lama, dan aku ingin menulis kesimpulan akhir dari penelitian tak resmi ini.  

Di awal 2013, aku mendapatkan kesimpulan dari sosok seperti itu. Lebih kurang 23 tahun aku mencermati gelagat dan mendengar informasi tentangnya. Untuk sementara, aku merasakan bahwa daya tarik sosok tadi dilakukan dengan upaya yang dibuat-buat atau berlebihan. Belum lagi ekspresinya yang jaim (jaga imej) dan kerap membuat pendekatan di luar tugas dengan tujuan membangun pencitraan. Selaku atasan, mungkin saja aku keliru bersikap untuk menaruh kepercayaan padanya. Untuk menyikapi keadaan, aku lebih percaya bisikan hati dalam menghadapi sosok ini. Suatu ketika hati berkata,”tampilan orang ini tidak menarik ditambah air mukanya yang dusta,” aku melakukan ekspresi sikap bersahabat dan memberi tugas sesuai bidangnya, berikut meminta solusi darinya. Jawabannya kerap mengambang dan aku simpulkan dia itu bukan yang sebenarnya dan benar. Kerabatku di Banda Aceh mengabarkan bahwa kesulitan pengurusan pindahku ke Aceh Tamiang merupakan kolaborasi kontribusi dari arogansinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar