Kamis, 21 Februari 2013

SOSOK SOLIDER ANTO KRIBO


Sosok Solider Anto Kribo

Anto Kribo, 1983
Namanya Suryanto, mahasiswa teknik sipil angkatan 1979. Dia merantau kuliah di Unsyiah, “tanpa bekal yang cukup,” katanya suatu ketika kepadaku di tahun 1984. Di saat itu aku diajaknya ke desa tempatnya ber-kuliah kerja nyata (KKN) di kawasan Aceh Besar. Tentu dengan tujuan membantunya membuat papan pengumuman desa, peta, nama jalan, dan beberapa tugas seni lainnya. Aku kerap diboncengnya dengan sepeda motor bermerek Honda Kijang, produk tahun 1960-an yang kondisinya  kalau dilihat hanya tinggal rangka, mesin dan roda saja. Anto sering bercerita kepadaku tentang masa lalunya di bidang pendidikan. Aku sendiri banyak diajarnya dalam konsep mata pelajaran tertentu seperti, beton, kayu, dan beberapa yang lain. Karena rambutnya keriting total dia dikenal sebagai sosok Anto Kribo dan semua mahasiswa di tahun itu mengenalnya. Wajahnya berkumis tebal dilengkapi jenggot yang tidak teratur. Kelebihan Anto yang kulihat di antara kawan-kawan, dia pantang membantah tatkala diajak berkegiatan, khususnya camping. Pernah suatu kali di saat aku menemani Anto membuat caption, bahan presentasi sarjananya, dia malu tidak bisa mengajak aku makan siang, namun tidak diucapkannya. Tetapi karena ada pesta perkawinan di komplek kampus utara, lapar kami tertangani siang itu. Aku dan Anto bersikap layaknya undangan lainnya walau tampilan kurang mendukung. Aku mengajak Anto bersikap ramah kepada tamu lainnya dan sedikit menyapa. “Jangan panjang-panjang kita cerita To, nanti banyak salah,” kataku di barisan antri menuju piring makan. Tapi orang-orang bergaun serba batik itu, kurang respon juga tanpa kami ketahui alasannya. “Tidak apa-apa To,” bisikku,”mungkin aroma kita yang beda,” lanjutku seraya menjelaskan udara sekitar kami cenderung ber-aroma tupai tersengat matahari. Tiba giliran kami di wadah nasi putih, tak sulit diduga, kami membumbungkan nasi di piring ceper yang bertuliskan Sango. Selanjutnya, berbagai lauk lezat mengelilingi kedua piring kami, seperti para ibu-ibu sedang mengikuti lomba masak antar kecamatan. Kami memilih duduk di sudut tenda yang rada sepi dari para tamu ber-minyak wangi. Tidak lama kami menyelesaikan tugas itu, kedua piring kami hanya bersisa duri ikan yang tajam. Anto menyodorkan sebatang rokok JI Sam Soe yang memang kami sepakati untuk penampilan usai makan kenduri. Beberapa tamu di sebelah mulai ramah menanyakan hubungan kami dengan mempelai atau keluarga. Aku menyela, “pengantin pria sepupu saya,” seraya disambut angguk-angguk oleh beberapa yang mendengar. Sekira beberapa menit kemudian, kami beranjak lagi ke kampus. Anto juga simbol mahasiswa yang selalu “oke,” dalam berbagai kegiatan kampus dan tidak pernah mengeluh selain protes kecil. Aku mendengar istilah Parte Buruh pertama kali dari Anto, kalau tidak salah di tahun 1984 itu juga. Banyak lagi cerita lain antara aku dan Anto yang hanya teringat dalam penggalan singkat saja.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar