Rabu, 13 Februari 2013

SERI FAKULTAS TEKNIK-22


Kebersamaan Produk Masa

Spanduk Karya Rachmat menjadi simbol kebersamaan, 1983

Pergaulan lintas angkatan di Fakultas Teknik berkembang pesat pada tahun 1982. Sebelumnya,  pergaulan yang dominan terbatas pada angkatan tertentu atau kelompok asal daerah di asrama tertentu. Pada awal aku masuk Fakultas Teknik, Juni 1980, masih terlihat nuansa para senior angkatan tertentu bergabung sesamanya. Mereka asyik berbicara tentang kualitas rekan mereka seangkatan dan tak jarang pula saling debat untuk menentukan sosok yang lebih baik. Pada Januari 1981, aku pernah mengunjungi kelompok angkatan 1979 di Blower, Banda Aceh, diajak tetanggaku, Marnodastrinto yang juga mahasiswa angkatan tahun itu. Di rumah salah satu rekan mereka itu, suasana saling debat terhadap ketidakpuasan hasil pengumuman menghiasi pertemuan non-formal. Pada gilirannya, mereka menyatakan peringkat mahasiswa terbaik di angkatan itu tanpa alpa memberi penilaian terhadap karakter masing-masing. Berberapa komentar beredar saat itu yang masih kuingat seperti, “ah payah dia, kalau bukan orang kampung dia, dia tidak mau belajar dengan kita,” atau “mana mau dia gabung dengan kita, tidak selevel dengan dia,” dan lain sebagainya yang mengindikasikan kuatnya kelompok kecil di berbagai angkatan. Bila musim ujian smester-an, terlihat kelompok-kelompok mahasiswa yang mencari tempat duduk berdekatan sesama teman dekatnya se-angkatan. Minimal dapat saling bisik untuk mengatasi kesukaran ujian yang memang benar-benar sulit kala itu. Tak jarang para senior mematahkan semangatku,”kalau baru satu kali ambil mata kuliah ini biasanya tidak lulus,” kata seorang senior padaku. Lantas Marnodastrinto memberi aku semangat,”jangan kau dengar kata-kata itu, dia memang tidak bisa apa-apa,” katanya setengah berbisik.   

Secara alamiah dan umum, pertemuan antar angkatan terjadi akibat interaksi intens dari suatu kepentingan untuk meluluskan matakuliah tertentu. Interaksi untuk kolaborasi dikarenakan perubahan kurikulum di seluruh universitas negeri di Indonesia, yakni diberlakukannya sistem kredit smester (SKS). Dampak dari pemberlakuan ini, para senior yang belum meluluskan matakuliah tertentu pada smester sebelumnya mau-tidak mau harus bertemu dengan para junior dalam ruang belajar tententu pula. Sebenarnya, gejala interaksi antar angkatan sudah mulai terlihat pada 1981, smester genap,  tatkala fakultas mengumumkan akan memberlakukan kebijakan penertiban kelulusan bagi seluruh mahasiswa, termasuk penggabungan 2 mata kuliah tertentu dijadikan 1 mata kuliah dengan SKS yang disesuaikan.

Banyak para senior yang kembali ke kampus berkolaborasi dengan mahasiswa baru untuk mengulang matakuliah bersama “anak baru”, yakni mahasiswa angkatan 1980 dan 1981. Tahun-tahun berikutnya, masuk “anak baru” lain seperti mahasiswa angkatan 1982, 1983, dan seterusnya. Pergaulan lintas angkatan semakin menjadi keniscayaan dan kekuatan baru dalam berbagai aktivitas ekstra kurikuler mahasiswa teknik. Sebagian kawan boleh saja membantah dalam berbagai diskusi ringan dan non-formal, tetapi manakala dirunut hubungannya dengan mahasiswa tertentu di lain angkatan jelas terindikasi bahwa hubungan yang terjadi bermula dari sharing belajar sama. Konon lagi, pada mata-kuliah praktikum yang harus antri seperti praktikum bahan bangunan, mekanika tanah, ilmu ukur tanah, dan lainnya, mahasiswa senior harus bergabung dalam grop-grop praktikum bersama “anak baru.”  Trent kebersamaan mahasiswa teknik menuju puncaknya pada tahun 1988 dan perlu dicermati kesudahannya. Pada kondisi saling berkepentingan seperti inilah, ikon kebersamaan disimbolkan ke dalam Parte Buruh yang mampu menggalang kekuatan ekstra kurikuler dalam banyak hal. Kebersamaan produk masa ini relatif sulit diraih kembali, mengingat semangat individualistik lebih kuat membelenggu akibat kemudahan peralatan elektonika sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar