Minggu, 17 Februari 2013

KISAH BIOSKOP DI ACEH

Perjalanan Perfilman

Pada awal tahun 1970, bioskop di Banda Aceh hanya 2 buah yakni, Bioskop Merpati dan Garuda. Pada tahun 1980-an bertambah satu lagi dengan Bioskop Gajah, di samping maraknya bioskop yang digolongkan sebagai Panggung Hiburan Rakyat (PHR) yakni PHR Puda, PHR Simpang Surabaya dan PHR Urni. Di Bireuen bioskop yang populer yakni Bioskop Dewi dan Bioskop Gajah, berikut beberapa PHR yakni, PHR Suka Senang, PHR Matang Gelumpang Dua dan PHR Ayeu Mata di Kutablang. Film yang diminati waktu itu, 1970-an, untuk film silat yang dibintangi Wang Yu, David Chiang, Lo Lieh, dan beberapa yang lain. Untuk film India bintang film yang paling diminati masyarakat yakni Dharmendra, Rajesh Khana, Raj Kapor, Jetendra, Sanyai, Dev Anand dan beberapa yang lain. Sementara film Indonesia yang diminati masyarakat sejenis film drama dengan lima bintang terkenal seperti, Yatti Octavia, Yenny rachman, Dorris Callebout, Roy Martin dan Robby Sugara. Keberadaan film Indonesia bertemakan silat seperti Si Buta Dari Goa Hantu, Panji Tengkorak, Perawan Buta, dan beberapa yang lain mulai memudar ketika muncul film drama bertemakan cinta yang dimainkan para bintang big five di atas. Artinya, pada masa ini orang-orang sudah mulai mengalihkan mindset  hiburan dari flim keras ke hiburan lembut yang romantis. Pada tahun 1977, televisi mulai masuk ke Aceh secara menyeluruh yang disponsori Departemen Penerangan RI. Waktu itu, di setiap kantor kepala desa dilengkapi dengan televisi hitam putih dan ditempel lebel Deppen berikut gambar Api Nan Tak Kunjung Padam. Pada masa itu juga masyarakat secara umum menikmati film-film barat secara gratis, seperti Mannix pada setiap malam Rabu, Barretta setiap malam Sabtu, dan sebagainya. Dengan semakin populernya TVRI pada akhir 1970-an, bioskoppun mulai ditinggalkan secara perlahan. Hari ini bioskop di Aceh bahkan di Indonesia mulai langka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar