Minggu, 03 Februari 2013

NOT BALOK DI ACEH


Pengenalan Not Balok di Aceh

Diceritakan Muhammad Hasan Usman, pria kelahiran Banda Aceh,  1930, bahwa permainan musik dengan menggunakan alat petik dan gesek di Aceh mulai dikenal luas oleh masyarakat pada awal tahun 1950-an. Sosok pelopor musik ini, yakni Max Sapulette, seorang pemuda Ambon yang menetap di Koetaradja (nama Banda Aceh dulu), mengikut orang tuanya yang bekerja di Djawatan Kereta Api sejak sebelum Republik Indonesia merdeka. Max merupakan pemuda yang cukup dikenal di Koetaradja berkat keterampilannya memainkan berbagai alat musik dan menulis not balok, di samping pergaulannya sesama seniman yang supel. Banyak pemuda Aceh berbakat yang diajarinya untuk memainkan alat musik dengan baik, termasuk Muhammad Hasan yang akhirnya direkrut Kodam I Iskandar Muda menjadi pemusik. Sebagai peniup saxsophone di Satuan Sikdam, Hasan banyak belajar dari Max, khususnya membaca notasi.
Muhammad Hasan Usman,
2013

Pada masa itu, kemampuan para komponis Aceh hanya sebatas membuat notasai angka yang juga dapat dihitung dengan jari, “seperti Anzib Lamnyong, T Johan, dan beberapa yang lain,” kata Hasan Usman. Menurutnya, pada masa sebelum kemerdekaan dalam bermain musik, mereka berkumpul di kampung tertentu yang ada pemusiknya, salah satunya di Kampung Ateuk, Banda Aceh.  “Jika ada nada atau irama baru, mereka menyanyikan di hadapan Max, untuk dibuatkan not baloknya,” kata Hasan. “Setelah itu kami nyanyikan bersama-sama melodi baru itu, seperti lagu Ta Ek U Glee,” jelasnya lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar