Minggu, 10 Februari 2013

KEKUATAN KONSEP LEWAT MESJID


Kekuatan Desain Kawasan

Pusat Pemerintahan Malaysia,
Putrajaya, 2013
Imlek atau populernya tahun baru Cina jatuh pada 10 Pebruari 2013. Kebetulan aku, Hamdan Sati serta beberapa kawan lain berkunjung ke Kuala Lumpur untuk suatu hal. Malam tanggal sembilan, jelang tahun baru itu Kota Kuala Lumpur meriah dengan dentuman mercon dan kembang api, bercampur deru kendaraan dan klakson mobil. Jalan-jalan pada umumnya macet disesaki banyak orang dan kendaraan. Pagi keesokan harinya, di pintu masuk hotel JW Marriot, tempat kami bermalam, beberapa group kesenian bermain cap go meh. Pintu masuk dikawal penjaga yang mengarahkan penonton agar tak menghalangi penginap.  Hari ini, Darma diperintah Hamdan untuk membawa kami ke Putrajaya, kota pusat pemerintahan baru yang dirancang Perdana Mentri Mahathir Muhammad di masa kepemimpinannya. Menuju ke kawasan itu, membutuhkan waktu sekira satu jam. Aku pernah mendengar tentang rancang bangun kawasan ini di akhir tahun 1999, namun belum menarik perhatianku karena bukanlah hal yang luar biasa tentang pembangunan kawasan baru.
Mesjid Putra Al Haj, 2013
Setelah dahaga menerpa luar biasa, dalam terik yang luar biasa pula, kami tiba di tempat yang memang megah itu. Karena jelang Zhuhur, kami memilih minum di cafe pinggir danau yang berdekatan dengan sebuah mesjid megah berwarna merah jambu. Berbagai fasilitas publik di situ cukup manusiawi dalam artian mampu menyahuti kebutuhan kenyamanan publik. Perasaanku mulai menggiring pikiran terhadap yang kusaksikan. Banyak bus dan kendaraan pribadi mengantarkan pengunjung non-Muslim yang parkir di plaza terbuka seluas kurang lebih 6 hektar itu. Di bukit bagian utara bertengger kantor megah berkubah, tempat Perdana Menteri bekerja. Sementara, di sebelah baratnya berdiri mesjid merah jambu yang sarat dengan ornamen arabis. Selaku Muslim yang hendak shalat di mesjid itu, tentu aku ingin tahu tentang tujuan pelancong ke tempat itu yang tidak lazim terjadi di kampungku. Aku medekati rak buku dan booklet yang ada di pintu mesjid seraya memberi senyum kepada petugas di situ.
Pengunjung Mesjid Putra Al Haj, 2013
Aku membaca buku bahasa Inggris yang bertumpuk di atas meja. “Buku ini dibuat untuk memperkenalkan Islam dengan format pertanyaan dan jawaban mudah dipahami dalam percakapan bagi orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda,” ungkap pengantar Syed R Ali, penulis buku itu. Aku bertanya kepada Rafiul, jakim atau pengawal Mesjid Putra al Haj tentang kondisi yang kulihat. “Para pelancong rata-rata berjumlah 4.000 orang setiap hari,” katanya, seraya menjelaskan umumnya para pelancong itu datang dari Cina dan India. “Paling banyak Cina,” lanjutnya lagi. Mesjid berkapasitas 15 ribu jama’ah itu dibangun pada 1997, selesai pada 1999 dan diresmikan oleh Mahathir Muhammad pada tahun 2000. Para pengunjung wanita non-Muslim diperkenankan masuk ke dalam mesjid itu, namun diberi pakaian Muslimah seragam berwarna merah muda. Mereka menikmati suasana mesjid berdesakan sambil berfoto di dalam ruangan yang dibatasi oleh pita batas.

Aku berkesimpulan sementara, bahwa mesjid itu mampu menarik perhatian masyarakat non-Muslim dunia, tidak terkecuali pada hari raya mereka sekalipun. Hal ini semakin memperkuat keyakinanku, bahwa kehandalan sebuah konsep manusiawi yang tertuang dalam komitmen desain akan mampu menggalang perhatian yang pada gilirannya mendongkrak ekonomi kawasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar