Jumat, 01 Februari 2013

KELUHAN SENIMAN


Di Antara Keluhan Pekerja Seni

Razuardi Ibrahim, Buka Puasa
Bersama Pekerja Seni banda Aceh Ramadhan 1433 H, 2012
Suatu hari di bulan Ramadhan 1433 H, 2012 M, aku diundang Mahrisal Murfi untuk buka puasa bersama para seniman di Kota Banda Aceh dan Kepala Dinas Pariwisata. Aku, Darwo dan Hendra bergegas menuju pantai Ulelheu, tempat yang dituju. Kami agak terlambat sampai di situ, namun diskusi seniman belum lama dimulai. Aku disambut ramah oleh rekan-rekan, khususnya Marisal dan Bang Din Saja yang memang akrab denganku. Ada Ampon Yan, Keumalawati, Momo, dan beberapa yang lain.  Mereka menyampaikan soal kondisi para seniman Kota Banda Aceh di hadapan Kepala Dinas Pariwisata Banda Aceh, Reza.  Banyak yang mereka keluhkan, namun yang amat menarik perhatianku keluhan Bang Din Saja. “Hari ini umumnya seniman miskin semua di Banda Aceh,” katanya. “Hanya beberapa orang saja yang sejahtera, oleh karenanya bagaimana upaya kita agar seniman tidak mengemis,”  lanjut Bang Din Saja lagi. Pertanyaan Bang Din tidak terulas lebih jauh, namun dijawab gamlang oleh Reza yang sesekali melihat kepadaku. Aku yakin dia tidak mengenalku, lemparan pandangannya menyiratkan aku sebagai seniman rentan komplain, akibat kedekatanku dengan Din Saja. Selepas shalat dan makan, kami berdiri melingkar di luar ruang menanti pulang. Dalam bincang itu, aku sedikit cerita tentang masa lalu di tahun 1972, di pesta seni PKA-2. “Waktu itu anak-anak sekolah menyumbang kertas koran, botol, dan goni untuk terlaksananya PKA-2,” kataku menyela. “Namun, mengapa PKA-2 mampu mengorbit semua seniman hingga ke tingkat nasional bahkan internasional,”  lanjutku yang disambut ragam komentar dari mereka. Tatkala bubar, Mahrisal Murfi, kami biasa memanggil Adek Mahlil, mendampingiku hingga ke mobil sambil berujar,”Pak Reza nggak tau, bahwa abang Pak Razuardi,” katanya sambil nyeringai.   

1 komentar: